Lihat ke Halaman Asli

Hadi Hartono

Penulis Lepas, Bisnis digital, Editor naonsia.com dan gerungnews.com

Aku Masih Di Sini Brengsek #Puisi Imajiner Chairil Anwar

Diperbarui: 14 Juni 2025   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok pribadi


(Puisi imajiner Chairil Anwar, 2025)

Aku bukan puing di buku sejarah
bukan wajah yang dicetak di pelajaran kelas tiga
bukan kutipan murahan di bio Instagram---
aku masih hidup!
dalam detak kota yang megap-megap
di balik spanduk kampanye, janji, dan dusta
di sela demo mahasiswa yang diseret truk aparat
aku menulis di dinding retak
pakai darah generasi yang ditikam gajinya sendiri

Hei kalian yang nyaman di kursi---
meja bundar, pendingin ruangan, gelar-gelar dari negeri asing
kalian pikir aku mati di kuburan menteng?
aku justru lahir di setiap kepala yang tak sudi tunduk
di tiap napas kuli bangunan
di tiap peluh tukang ojol yang digaji algoritma
di tiap surat PHK yang ditandatangani oleh sistem

Aku melihat negara menanam luka
dan memanen ketakutan
aku dengar suara guru honorer
yang menulis cerpen untuk makan
aku cium bau lapar dari layar ponsel
status WA, iklan pinjol, dan reels motivasi
sampai otakmu disulap jadi KPI
dan tubuhmu tak lebih dari QR code bernyawa

Kalian panggil ini kemajuan?
Maju macam apa
jika anak petani jual sawah demi kuliah
dan pulang cuma jadi buruh pabrik sepatu
yang produknya tak mampu ia beli?

Aku muntahkan semua eufemisme!
resesi jadi perlambatan pertumbuhan
penggusuran jadi penataan
rakyat miskin jadi masyarakat rentan
Bangsat! Bahkan luka pun sekarang ada eufemismenya
Kalian poles neraka, dan bilang ini pembangunan

Tapi aku belum selesai---
aku masih menggertak dari puisi
yang ditulis di pojok kafe murah
oleh pemuda patah hati dan pengangguran
yang kuliahnya jurusan filsafat
dan hidupnya jadi objek riset sosiologi

Aku masih menolak
semua yang terlalu rapi
terlalu normatif
terlalu steril
karena hidupku adalah cakar ayam di buku harian
adalah teriakan bocah yang lapar
adalah kesunyian ibu yang anaknya ditangkap karena membela tanah

Aku bukan penyair nostalgia
aku bukan hantu nasionalisme palsu
aku adalah getar di tenggorokan yang kau tahan saat protes
aku adalah kata yang kau bisikkan di toilet kantor
karena bosmu memantau lewat CCTV

Aku tetap binatang jalang
yang tak rela ditundukkan oleh rapat-rapat
oleh opini pakar
oleh peraturan yang dibungkus etika

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline