Lihat ke Halaman Asli

Hadi Santoso

TERVERIFIKASI

Penulis. Jurnalis.

Kita yang Sering "Meremehkan" Bahasa Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2019   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Youtube/IRACAROLINA2001

Awal tahun ini, penulis novel terkenal dan juga Kompasianer top, Khrisna Pabichara meluncurkan novel barunya, "Kita, Kata, dan Cinta". Sebagai pembaca dan pengagum tulisan-tulisan dari Bang Khrisna--begitu saya memanggilnya---saya tidak ragu untuk langsung memesan novel tebal bersampul oranye tersebut.

Sekira awal April lalu, novel setebal 439 halaman itu tiba di rumah saya. Plus tanda tangan dari Bang Khrisna. Saya tidak ragu membeli novel tersebut tidak hanya karena godaan testimoni orang-orang terkenal perihal cerita Sabda si "polisi bahasa" dan Kana yang saya baca di akun Instagram Bang Khrisna, tetapi juga karena pernak-pernik kebahasaan yang enak dibaca dan memperkaya pengetahuan perihal bahasa Indonesia.

Lha wong cerita novelnya sejatinya 323 halaman, sementara selebihnya adalah bonus "kamus" tentang penggunaan kata dalam bahasa Indonesia. Pendek kata, membacanya, kita akan jadi lebih cinta bahasa Indonesia.

Kalau di lapangan sepak bola, rasanya tidak jauh beda ketika saya dulu sering mbela-mbelain bangun dini hari demi melihat Zinedine Zidane ataupun Ronaldinho bermain. Tak hanya melihat gol dan timnya menang, tetapi menunggu gerakan-gerakan ajaib mereka ketika 'bercumbu' dengan bola (mengontrol dan membawa bola) ataupun memperdaya lawan.

Nah, kembali ke bahasa Indonesia, dalam sedikit persamaan, saya acapkali merasa bak seperti Sabda di novel Bang Khrisna. Sosok yang karena kecintaan mendalam pada bahasa Indonesia, seringkali merasa ngilu dan gemas ketika mendengar ada orang Indonesia yang justru tidak paham indahnya kata dan seakan "meremehkan" bahasa Indonesia.  

sumber: Instagram/penerbitdivapress

Bahasa Indonesia dan "Orang-orang Penting" yang Didengar Banyak Orang
Bukankah jamak terjadi, banyak orang yang dalam berbahasa Indonesia seringkali menyisipkan kata bahasa Inggris, atau malah terbiasa melafalkan kata-kata bahasa Indonesia yang sejatinya keliru karena tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 

Padahal, bagaimanapun, bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, seharusnya akan lebih mudah diucapkan, dipahami, dipelajari dan lebih akrab terdengar di telinga kita daripada "bahasa impor". Tetapi yang perlu dipahami, lebih mudah bukan berarti asal-asalan untuk mengucapkannya.

Sebab, ketika berbicara bahasa Indonesia, seharusnya patuh pada aturan yang ada seperti halnya ketika kita menulis. Semisal, kita tahu mana kata yang benar atau salah untuk diucapkan merujuk aturan kata tersebut baku atau tidak. Bedanya, bila berbicara, tentunya tidak ada aturan penggunaan huruf besar ataupun kata "di" dipisah atau digabung, seperti halnya ketika menulis.

Di sisi lain, tak sekadar mudah, berbicara bahasa Indonesia seharusnya juga lebih membanggakan. Sebab, bahasa Indonesia itu kaya. Bahkan sangat kaya. Ada banyak diksi indah yang jarang kita dengar. Malah, bila kita bisa memadukan beragam diksi, majas, dan kata baku dalam berbahasa Indonesia, kita akan tersadar bahwa bahasa Indonesia itu sungguh indah. 

Namun, yang banyak terjadi malah sebaliknya. Ketika dulu masih bekerja di "pabrik koran", saya cukup sering mendapati "orang penting" yang ketika memberikan pernyataan, selalu menyelipkan kata bahasa Inggris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline