Diteras rumah yang tidak layak. Lelaki duduk di kursi renta. Dipandanginya padi yang tak seberapa jauh darinya. Tumbuh di atas sepetak sawah, warisan ayah selain rumah yang tak layak itu.
Ada duka dimatanya. Banyak luka dihatinya. Kepulan asap keluar masuk dari sela bibirnya. Sesekali dihisap penuhi rongga dada, dilain waktu dihempaskan keluar dengan kuat. Sepertinya hendak mengusir resah, sepertinya ingin endapkan gelisah.
Sudah seminggu, lelaki itu begitu. Wajahnya tanpa gairah, remuk tanpa hidup. Hanya letih menggelayut jelas disana, diselingi getir dan putus asa.
Sekali lagi, lelaki itu menatap padi yang tak seberapa jauh darinya, yang tumbuh di atas sepetak sawah miliknya. Didekat pematangnya, tiga buah kuburan berjejer rapi. Satu diantaranya, tanahnya masih basah.
Pada pusara kuburan itu, nama ibu dan adik satu-satunya tertera. Tatapannya nanar, tatkala kuburan yang tanahnya masih basah, nama ayahnya disitu. Ditulis seminggu yang lalu.
Sinjai, 14 Mei 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI