Lihat ke Halaman Asli

Kalendernya Para Petani Jawa

Diperbarui: 11 Agustus 2020   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Mbah kok sak iki ora nandur pari yo wong tani ne? (mbah kenapa sekarang para petani tidak menanam padi ya?" Tanyaku setiap melihat tanah persawahan yang tidak ditanami padi saat musim kemarau. " dudu mangsane le (bukan musimnya nak)." Dan itu jawaban yang sering diucapkan kakekku sebagai seorang petani. Mangsa atau musim memang berperan penting terhadap kegiatan pertanian. Bila kita menanam tidak sesuai musimnya jelas tanaman kita akan mati atau layu.

Di Indonesia pun kita tahu bahwa negeri kita beriklim tropis yang memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tetapi ada 4 musim di dunia pertanian orang jawa kebanyakan. "lha kok ada 4 seperti negara eropa?" beda dengan hal nya musim di negara eropa. 4 musim ini yaitu mangsa labuh, mangsa rendheng, mangsa mareng, mangsa ketiga, keempat mangsa atau musim itu disebut PRANATA MANGSA.  

Pranata mangsa disusun dari sistem penanggalan yang sama dengan kalender masehi (365/366 hari) dan memuat fenomena dan gejala alam disekitar. Kalender ini kebanyakan digunakan untuk menghadapi keadaan alam/ iklim pada musim mendatang dan sebagai persiapan diri para pelaku usaha tani dalam menghadapi musim yang akan datang.

Pranata mangsa merupakan suatu kearifan lokal yang ada di pulau Jawa dan Bali. Kearifan lokal ini bersifat lokal dan terbatas. Terbatas disini berarti perincian pada daerah tertentu tidak sepenuhnya berlaku pada daerah lain. Musim ini dikaitkan pula dengan perilaku hewan, perkembangan tanaman, situasi alam sekitar dalam praktik penerapannya.

Empat musim yang dijelaskan diatas yaitu mangsa labuh yaitu berarti musim pancaroba yang menjelang hujan. Mangsa rendheng yaitu musim penghujan yang biasanya ditunggu tunggu para petani untuk bercocok tanam padi disawah. Musim mareng yaitu peralihan musim dari musim hujan ke kemarau dan kebanyakan pada musim ini para petani menerima hasil jerih kerjanya yaitu berupa hasil panen sawahnya. Yang terakhir musim ketiga atau musim kemarau, biasanya musim ini banyak digunakan untuk bercocok tanam palawija maupun bera (tidak ditanami).

Kearifan lokal tersebut dapat disebut contoh dari pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan yaitu suatu sistem pertanian yang menjunjung tinggi aspek-aspek keberlanjutan yang menyokong kegiatan pertanian itu sendiri seperti aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Pertanian berkelanjutan selalu memikirkan apa sebab akibat yang akan terjadi pada sistem pertanian yang digunakan. Pertanian ini memikirkan efek jangka panjang dan keberlangsungannya.

Jika dikaitkan dengan prinsip pertanian berkelanjutan, sistem penanggalan/ kalender ini telah memenuhi 3 prinsip yang ada yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Aspek ekonomi disini dapat kita ketahui dari tetap berjalannya kegiatan pertanian yang menggunakan sistem penanggalan ini. 

Pranata mangsa menuntun para petani untuk dapat berhati-hati serta bersiap-siap untuk menghadapi musim yang akan datang. Hasil dari persiapan diri ini lah kerugian yang dialami petani dalam bercocok tanam dapat ditekan. Selain itu penanggalan ini juga menuntun jenis komoditas apa yang baik untuk ditaman para petani pada setiap musimnya. Dan kegagalan panen dan harga komoditas yang terlalu rendah juga dapat ditekan.

Dalam aspek sosial, kearifan lokal ini disebarkan mulut-kemulut yang menjadikan semua petani yang mendengarnya mendapatkan manfaatnya. Budaya dan kehidupan masyarakatnya pun berubah mengikuti kearifan lokal ini. Perubahan ini menuju kebaikan dikarenaka dengan kearifan lokal tersebut kehidupan masyarakat lebih baik dari pada sebelum menggunakannya.

Aspek berikutnya adalah lingkungan, aspek ini harus dikelola secara baik dan bersahaja. Bila aspek ini rusak segala kegiatan bercocok tanam kemungkinan tidak dapat berlangsung/ berkelanjutan. Seperti ada sebuah kalimat "tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman", bila tidak dijaga kesuburan dan kekayaan tanah akan habis/berkurang. 

Pada kearifan lokal ini mengajarkan penanaman komoditas tertentu pada musim tertentu. Hal ini dilihat dari kualitas tanah serta iklim pada musim tersebut cocok atau tidak untuk ditanami. Serta sebagai penanda akan datangnya suatu musim dilihat dari gejala-gejala alam yang ada seperti suara burung, serangga, perubahan suhu udara, perkembangan suatu tanaman. Pada aspek lingkungan pranata mangsa mengajarkan untuk melihat fenomena-fenomena alam yang terjadi di sekitar sebelum melakukan kegiatan bertani, hal ini bermanfaat untuk menjaga kelestarian lingkungan serta menekan terjadinya gagal panen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline