Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mempertahankan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi tetap di angka 5 persen menjadi kabar yang melegakan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, kebijakan ini terasa sebagai angin segar sekaligus bukti keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil.
Rumah adalah kebutuhan dasar. Namun, untuk sebagian besar rakyat Indonesia, memiliki rumah masih menjadi mimpi besar yang tidak mudah diwujudkan.
Harga tanah dan properti terus naik, sementara penghasilan tidak selalu ikut meningkat. Program rumah subsidi yang disertai bunga tetap 5 persen jelas menjadi jalan keluar agar masyarakat kecil tetap bisa memiliki hunian layak.
Bayangkan jika bunga KPR subsidi ikut naik mengikuti pasar. Tambahan 1-2 persen saja dalam cicilan bisa sangat memberatkan keluarga dengan penghasilan terbatas.
Keputusan untuk menjaga bunga tetap rendah berarti memberikan kepastian, rasa aman, dan harapan bagi jutaan keluarga yang sedang mencicil rumah. Dengan bunga flat hingga 20 tahun, mereka bisa mengatur keuangan tanpa takut cicilan melonjak di tengah jalan.
Kebijakan ini juga menunjukkan keberanian politik. Tidak semua pemerintah mau menahan laju bunga demi rakyat, karena sering kali keputusan ekonomi lebih mengikuti mekanisme pasar.
Namun, langkah ini membuktikan bahwa kepentingan rakyat kecil masih ditempatkan di atas kalkulasi semata.
Lebih jauh, dampaknya bukan hanya soal rumah. Ketika masyarakat berpenghasilan rendah bisa memiliki hunian layak dengan cicilan terjangkau, stabilitas sosial pun lebih terjaga.
Keluarga-keluarga kecil dapat hidup lebih tenang, anak-anak tumbuh dengan lebih baik, dan generasi muda tetap punya harapan untuk memiliki rumah sendiri.
Keputusan mempertahankan bunga KPR subsidi di angka 5 persen layak diapresiasi. Ia bukan hanya angka di atas kertas, melainkan bentuk nyata kehadiran negara dalam menjamin kebutuhan dasar rakyat.