Lihat ke Halaman Asli

R Firkan Maulana

Pembelajar kehidupan

Mewujudkan Bandung yang Manusiawi

Diperbarui: 21 Januari 2020   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga Bandung sedang lari pagi| Dokumentasi pribadi

Bandung dari waktu ke waktu terus tumbuh dan berkembang. Sebagai sebuah kota yang dibangun Belanda, Bandung dirancang sebagai sebuah tempat yang menyenangkan untuk hidup - bekerja dan berkreasi. Bandung bisa diibaratkan juga sebagai sebuah rumah (home) yang membuat betah dan nyaman penghuninya. Home itu dibangun dengan hati, dengan penuh rasa cinta.

Bagaimana dengan Bandung saat ini? Rasanya sulit untuk mengingkari bahwa kenyamanan hidup telah menjadi barang yang langka di Bandung. Saat ini, Bandung tumbuh dan berkembang tetapi dengan kondisi kota yang makin renta. Lebih parahnya lagi, jiwa Bandung sebagai sebuah kota yang indah dan nyaman, perlahan mulai lenyap. Bandung kini hanyalah sekedar rumah dalam pengertian fisik yang terlihat bagus dari penampilan luarnya (house), namun pancaran auranya semakin meredup. 

Mengamati Bandung saat ini tak bisa dipungkiri ada suatu perasaan campur aduk dalam hati. Bangga ketika melihat perkembangan Bandung saat ini dengan begitu gencarnya pembangunan kota. Di setiap sudut kota banyak berdiri pusat-pusat perbelanjaan, hotel-hotel, apartemen, kafe, restoran, tempat-tempat wisata baru, pusat perdagangan, pertokokan maupun perkantoran. Perasaan lain  yang muncul adalah cemas dan gemas ketika menyadari bahwa dampak dari pembangunan kota yang cenderung mengomersialisasikan kota telah melahirkan krisis perkotaan yang semakin meningkat skalanya.

Salah satu isu terkini di Kota Bandung adalah kemacetan lalu lintas yang hampir dijumpai di setiap sudut kota. Bahkan baru-baru ini, Bandung mendapat gelar sebagai kota termacet se-Indonesia, mengalahkan Kota Jakarta. 

Krisis perkotaan lainnya di Bandung adalah banjir saat musim tiba. Dulu lazim dijumpai hanya genangan air sesaat (banjir cileuncang) di beberapa titik wilayah Kota Bandung. 

Namun saat kini, banjir cileuncang hampir meluas ke berbagai tempat lainnya. Bahkan yang lebih mengerikan lagi saat curah hujan tinggi, pernah terjadi banjir bandang yang membawa luapan air lumpur dari pebukitan wilayah utara, seperti di daerah Jatihandap yang menerjang daerah Cicaheum sekitar dua tahun lalu. Ironisnya, saat musim kemarau sering terjadi kekurangan air di Bandung ini. 

Hal ini terjadi karena sumber-sumber air bersih semakin berkurang seiring dengan berkurangnya daerah resapan air dan tutupan hijau. 

Masalah perkotaan lainnya di Bandung adalah kebersihan kota. Di beberapa tempat yang dekat dengan landmark kota banyak dibangun taman-taman. Namun sayangnya, taman-taman tersebut sering dikotori sampah karena perilaku warga yang masih sembarangan membuang sampah. 

Di kawasan pemukiman penduduk pun, kebersihan masih barang yang langka. Kawasan umum seperti terminal dan pasar, merupakan tempat yang tingkat kebersihannya perlu diperbaiki lagi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan perkotaan yang terjadi di Indonesia saat kini (termasuk Bandung) sangat didikte oleh para pemilik modal. Bandung, oleh para pemilik modal, hanya dianggap sebagai sebuah sosok tubuh yang perlu didandani untuk menarik banyak keuntungan. 

Orientasi ekonomi para pemilik modal dengan meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dan secepat mungkin telah melahirkan Bandung dengan sifat kota yang profitopolis (kota pengejar keuntungan). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline