Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Fauwzi Ramadhan

Digital Creator, Freelancer, Multitalented Student.

Jalan Pembaruan Pendidikan Indonesia: Jurnalisme, Pengetahuan, dan Keberanian untuk Memulai

Diperbarui: 23 Agustus 2025   03:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsultasi dan Diskusi Bersama Kepala Program Studi di SMK Negeri 1 Kota Serang dalam rangka pengembangan kurikulum

Pendidikan adalah sesuatu yang sangat membutuhkan perubahan di Indonesia, khususnya dalam bidang jurnalistik. Selama ini, jurnalistik terlalu sering didefinisikan secara sempit, sekadar kemampuan membaca, menulis, dan menafsirkan informasi. Padahal, ia jauh lebih dari sekadar keterampilan teknis; ia adalah senjata. Senjata yang, jika digunakan dengan tepat, mampu menyebarkan kesadaran, memberdayakan, dan memberi suara bagi mereka yang tak terdengar. Namun, di tangan yang salah, ia bisa melukai, menyebarkan kebohongan, bahkan mereduksi kebenaran menjadi sesuatu yang tercabik-cabik. Karena itu, jika kita menyadari bahwa kata-kata dapat mencerminkan sisi terbaik dari siapa kita dan siapa yang mungkin kita jadi, maka literasi yang lebih dalam tidak boleh hanya diukur dari bagaimana kita belajar membaca dan menulis, tetapi juga dari bagaimana kita mengasah, menjaga, dan menyempurnakannya demi tujuan merangkul dan mencerahkan kemanusiaan kita.

Perlu dicatat bahwa pengetahuan bukan sekadar kumpulan fakta. Pengetahuan sejati adalah refleksi dari visi manusia, sebuah cermin sejauh apa kita berani menatap dan sedalam apa kita berusaha memahami. Namun pengetahuan yang hanya disimpan untuk diri sendiri, terkunci di ruang privat pikiran, akan rapuh dan tidak utuh. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi tentang berbagi. Pendidikan harus mampu mengubah wawasan pribadi menjadi perubahan kolektif; dimulai dari pemahaman individu lalu berkembang menuju kemajuan masyarakat. Keyakinan inilah yang mendorong saya merancang sebuah kurikulum sekolah, terinspirasi dari kerangka Universitas Kopenhagen di Denmark, tetapi disesuaikan dengan kehidupan di Serang, Banten. Visi saya adalah membawa strategi internasional ke tanah lokal, sekaligus membuktikan bahwa inovasi pendidikan tidak selalu harus datang dari luar negeri, tetapi dapat tumbuh dari tangan kita sendiri.

Dalam perjalanan saya, saya menemukan bahwa kerja sama adalah kuncinya.

Pengetahuan yang benar-benar akan lestari adalah pengetahuan yang terbuka terhadap tantangan, baik dari individu maupun kelompok. Pada tanggal 22 Agustus 2025, saya berkesempatan bertemu dengan Kepala Jurusan Desain Komunikasi Visual di SMK Negeri 1 Kota Serang, Bapak Iip Rifai, yang lebih dikenal publik sebagai Bung Rifai. Pertemuan itu bukan sekadar ramah-tamah, melainkan sebuah pengalaman yang mengubah hidup. Ia mengingatkan saya bahwa perubahan besar sering kali bermula dari percakapan sederhana, dari perjumpaan nyata antara guru yang berkomitmen pada masa depan baru dan mahasiswa yang memiliki tekad yang sama. Balasannya tidak hanya ramah, tetapi juga penuh makna:

“Rabu depan, kamu akan bertanggung jawab menjalankan coaching clinic, sebuah amanah yang saya serahkan dengan kebanggaan dan komitmen untuk kamu laksanakan.”
— Bung Rifai

Kepala Program Studi Menunjukan Jempol Sebagai Lambang Persetujuan

Langkah ini, sekecil apapun, merupakan jembatan antara visi dan praktik, antara harapan yang saya genggam dan masa depan yang harus saya bangun.

Ketika tiba saatnya menuliskan kata-kata ini, satu kebenaran muncul dengan jelas: "keberanian untuk memulai sering kali lebih kuat daripada kesempurnaan." Menunggu waktu yang benar-benar tepat adalah kemewahan yang terlalu mahal. Kemajuan dalam pendidikan, sebagaimana dalam kehidupan, adalah milik mereka yang berani memulai, yang berani mengambil risiko meski belum sempurna, dan percaya bahwa setiap usaha membawa kita satu langkah lebih dekat pada keunggulan. Perjalanan menuju jurnalisme dan pendidikan yang lebih baik di Indonesia memang panjang, tetapi harus dimulai dari suatu titik. Bagi saya, titik itu dimulai dari sini.

“Tidak peduli sebesar apa sebuah apel, ia akan selalu terasa manis jika ditanam dengan benar.”
- Penulis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline