Dalam artikelnya, (Study Rizal LK) menyoroti peristiwa yang cukup menyita perhatian publik: aksi joget para wakil rakyat di ruang parlemen. Beliau menganggap momen itu bukan sekadar hiburan, melainkan simbol betapa jauhnya jarak antara wakil rakyat dengan realitas penderitaan rakyat.
Beliau menjelaskan bahwa tindakan itu seperti "joget di atas luka". Di saat banyak masyarakat masih kesulitan mencari nafkah, harga kebutuhan pokok melambung, dan pelayanan publik tidak optimal, aksi-aksi simbolik yang terlalu riang justru menyinggung rasa keadilan publik.
Lebih jauh, beliau mengingatkan bahwa ketika fungsi parlemen direduksi menjadi tontonan hiburan, maka makna kekuasan ikut kehilangan kesakralannya. Parlemen semestinya menjadi tempat penyelesaian masalah, bukan panggung pertunjukan.Harapan beliau, para wakil rakyat lebih fokus pada kerja nyata yang menyetuh kepentingan publik ketimbang menampilkan simbol-simbol yang kontraproduktif dengan penderitaan masyarakat.
Beberapa poin penting dalam tulisan:
- Ketidaksesuaian Simbolik
Aksi joget dianggap sebagai simbol bahwa ada jarak emosional antara wakil rakyat dan rakyat. Di saat banyak orang kesulitan, gerak-gerik seperti itu terasa seperti hiburan yang tidak pantas.
- Trivialitas Kekuasaan
Penulis menyebut bahwa jika kekuasaan menjadi hal yang diperlihatkan hanya sebagai tontonan atau hiburan (trivialized), maka esensi perwakilan dan fungsi legislatif sebagai tempat pengambilan keputusan yang penting jadi teredukasi.
- Pernyataan Moral & Empati yang Hilang
Parlemen semestiya menjadi tempat wakil rakyat menunjukan empati dan komitmen terhadap terhadap kesejahteraan publik, bukan hanya simbol-simbol kegembiraan yang jauh dari realitas rakyat.
- Harapan & Tuntutan Penulis
Penulis berharap agar wakil rakyat memperbaiki perilaku simboliknya: mengganti "joget" dengan kerja nyata, esta simbolis dngan tindakan yang menunjukan empati nyata. Agar parlemen kembali dilihat sebagai rumah rakyat, bukan sebagai panggung hiburan elit.
KOMENTAR :
Setelah membaca tulisan ini, saya merasa poin penulis sangat relevan. Sebagai mahasiswa, saya belajar bahwa simbol itu penting bahkan bisa lebih kuat dampaknya dari pada kata-kata. Joget diruang parlemen mungkin bagi sebagian orang hanyalah hiburan, tapi bagi masyarakat yang sedang susah, itu bisa terasa seperti penghinaan.
Menurut saya, wajar jika publik menuntut empati dari wakilnya. Rakyat bukan hanya butuh keputusan politik yang tepat, tapi juga isyarat bahwa wakilnya ikut merasakan derita mereka. Saya pribadi berharap wakil rakyat lebih berhati-hati dalam menampilkan ekspresi di depan publik, dan menjadikan ruang parlemen benar-benar sebagai tempat merumuskan solusi, bukan arena sensasi.