Lihat ke Halaman Asli

Peran Gen Z Sebagai Katalis Pendidikan Inklusif dan Pengurangan Ketimpangan untuk Mewujudkan SDGs 2030 dan Indonesia Emas 2045

Diperbarui: 28 Desember 2024   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Visi Indonesia Emas 2045 menargetkan Indonesia menjadi negara maju yang inklusif. Untuk mencapai tujuan ini, investasi dalam pendidikan berkualitas menjadi kunci. Sejalan dengan SDGs, pemerintah berupaya mengurangi ketimpangan sosial dan memastikan akses pendidikan yang merata (UNDP, 2024). Generasi Z, sebagai generasi yang tumbuh di era digital, memiliki potensi besar untuk mendorong inovasi dan transformasi di sektor pendidikan. 

Generasi Z, yang juga dikenal sebagai Gen Z, iGen, atau generasi pasca milenial adalah kelompok individu yang lahir pada periode waktu tertentu. Mereka memiliki karakteristik dan pengalaman hidup yang serupa dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di masa pertumbuhan mereka (Mannheim, dalam Lyons & Kuron, 2014). Singkatnya, Generasi Z adalah sebuah generasi yang dipersatukan oleh pengalaman hidup yang unik. 

Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 adalah generasi yang tumbuh dengan kemajuan teknologi dan akses informasi tanpa batas. Saat ini, Generasi Z merupakan salah satu generasi yang mendominasi jumlah penduduk di Indonesia, yaitu sekitar 74,93 juta jiwa atau 27,94% dari total populasi. 1Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai rentang kelahiran Generasi Z, menurut Sawitri (2022) dari Penelitian Berkup (2014) menjelaskan bahwa Generasi Z merupakan generasi yang telah berinteraksi dengan teknologi dari lahir, sehingga teknologi sangat mempengaruhi kehidupan Generasi Z tersebut. 2Generasi Z masuk ke dalam usia produktif, yaitu usia 15-64 tahun ke atas (Badan Pusat Statistik, 2022), yang memiliki potensi yang besar untuk menjadi sumberdaya manusia yang unggul untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. 

Menurut DPJB Kemenkeu (2024), Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah ketimpangan pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Keterbatasan infrastruktur, sumber daya manusia, dan anggaran seringkali menjadi kendala utama bagi pengembangan pendidikan di daerah-daerah tersebut. Kondisi ini mengakibatkan disparitas yang signifikan dalam pencapaian hasil belajar siswa dan kesiapan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan. 

Dengan munculnya Generasi Z, ada sebuah harapan baru mulai terlihat. Sebagai generasi yang tumbuh di era digital dan memiliki semangat inovasi yang tinggi, Gen Z dapat menjadi mitra strategis dalam mengatasi tantangan ini. Kolaborasi antara generasi yang lebih tua, yang memiliki pengalaman dan jaringan, dengan generasi muda yang penuh ide kreatif, dapat menjadi kunci untuk menciptakan pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia guna untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

 Peran Gen Z dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif 

Praktik pendidikan inklusif di dunia telah menjadi agenda internasional di antaranya melalui SDGs yang mengamanatkan agar semua anak tanpa kecuali dipenuhi hak sosial dan pendidikan yang bermutu di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan, serta telah menjadi agenda utama dalam pendidikan untuk semua di satuan pendidikan reguler. Di Indonesia, praktik pendidikan inklusif telah berkembang pesat sejak tahun 2003 dan sampai sekarang telah tercatat lebih dari 36.000 satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif.

Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersamasama dengan peserta didik pada umumnya. Kunci utama yang menjadi prinsip pelaksanaan pendidikan inklusif adalah bahwa semua peserta didik tanpa terkecuali dapat belajar dan perbedaan menjadi kekuatan dalam mengembangkan potensinya (Arriani et al., 2021). 

Pendidikan inklusif berarti memberikan kesempatan belajar kepada semua individu tanpa terkecuali, termasuk anak-anak di daerah terpencil, kelompok penyandang disabilitas, dan mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Gen Z telah menunjukkan peran aktifnya melalui berbagai inisiatif. Salah satu contoh nyata adalah program Kampus Mengajar. 

Program Kampus Mengajar merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini memberikan kesempatan kepada Mahasiswa untuk belajar di luar program studi dengan menjadi mitra guru dalam melakukan pengembangan strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan di satuan pendidikan dasar dan menengah. 

Program Kampus Mengajar seringkali ditempatkan di daerah-daerah yang kurang terjangkau oleh pendidikan berkualitas, seperti desa-desa terpencil. Dengan mengirimkan mahasiswa sebagai pengajar, program ini membantu mendekatkan akses pendidikan bagi anak-anak di daerah tersebut (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2022). Mahasiswa yang mengikuti program Kampus Mengajar biasanya membawa pengetahuan dan metode pembelajaran yang lebih segar. Mereka dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah yang mereka tuju, baik melalui kegiatan belajar mengajar langsung maupun pengembangan program ekstrakurikuler.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline