Lihat ke Halaman Asli

Faishol Adib

Profiless

Berkunjung kepada Seorang Kawan

Diperbarui: 22 Januari 2021   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

AKU PERLU BERTANYA kepada beberapa orang untuk menemukan lokasi ini. Saat menyebut kata kerkhof dengan pelafalan Belanda, tak banyak yang paham dengan ucapan itu. Namun, setelah bertemu dengan kesekian orang, baru ada yang mengerti dengan maksudku.

“Owalah kerkop....” demikian orang itu menyahut.

Aku pun tersadar kalau bagi sebagian orang Yogyakarta, melafalkan kata kerkhof itu tidak mudah, sehingga mereka lebih mudah menyebutnya kerkop.

Setelah mendapatkan petunjuk menuju lokasi itu, aku terus berjalan. Saat tiba di depan pintu masuk kerkhof, matahari sudah mulai terbenam di ufuk barat. Sepi, tak ada satu orang pun terlihat. Ini yang memang kuharapkan, tak ada orang selain diriku.  

Di depan pintu, tak ada petunjuk lokasi batu nisan. Aku harus mencarimu satu-persatu. Nama-nama Belanda paling banyak kubaca di batu nisan.

Ada Myn Geliefde Pleeg Moeder, Johannes Manneke, dan Mijn Innig Geliefd Kind. 

Ada juga nama lain. Comanne Terweg, Wilhelmina Albertine, serta Frans Je vander Brugghen. Tertulis di nisan-nisan itu, mereka meninggal antara tahun 1942-1947.

Selain nama-nama Belanda, aku juga menjumpai nama-nama lain, dan tak sengaja kutemukan Alexander Noel Constantine. Sebuah nama yang pernah kudengar beberapa tahun lalu. Dia seorang pilot pesawat Dakota yang membawa bantuan obat ke Yogyakarta. Sebelum mendarat, pasukan Belanda menembak jatuh pesawat yang diterbangkannya. 

Tampaknya, istrinya Berryl Constantine juga menjadi korban jatuhnya pesawat itu. Kedua nama suami istri tersemat pada papan yang sama. Mungkinkah pasangan itu dikubur pada liang yang sama?

Sebelum matahari benar-benar terbenam, aku akhirnya menemukan batu nisanmu. Tertulis dengan nama lengkap, Ronny Matindas. Aku bersimpuh di depanmu dan seketika lamunanku terlempar ke masa kecil ketika kita sama-sama sekolah di HIS (Hollands Inlandse School).

Satu yang khas dari dirimu sejak kecil adalah tatapan yang tajam saat beradu pandang dengan lawan bicara. Tatapan itu bukan semata menunjukkan kepercayaan diri, tapi juga menampakkan keberanianmu yang tak mudah gentar terhadap orang yang berusaha mengancam.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline