Lihat ke Halaman Asli

Fahira Sari

Mahasiswa

Ketika Anak Usia Dini Mengajarkan Kita tentang Kesederhanaan Hidup

Diperbarui: 13 September 2025   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Anak Usia Dini Mengajarkan Kita tentang Kesederhanaan Hidup

Hidup orang dewasa sering kali terasa rumit. Kita sibuk bekerja, mengejar target, memikirkan masa depan, bahkan kadang lupa menikmati hari ini. Sementara itu, jika kita melihat anak usia dini, dunia mereka tampak begitu sederhana: tertawa karena balon, bahagia karena hujan, atau menangis hanya karena mainannya hilang sebentar.

Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang lebih pandai menikmati hidup? Kita yang dewasa dengan segala beban, atau anak-anak yang polos dengan dunianya?

Sejatinya, anak usia dini sering kali menjadi guru kehidupan tanpa kita sadari. Mereka mengajarkan kita tentang kesederhanaan, ketulusan, dan kebahagiaan yang tidak bergantung pada materi. Mari kita belajar sejenak dari dunia anak usia dini yang penuh warna.

1. Bahagia dengan Hal Kecil

Bagi orang dewasa, kebahagiaan sering dikaitkan dengan hal-hal besar: pekerjaan mapan, rumah megah, kendaraan baru, atau liburan mewah. Namun bagi anak usia dini, kebahagiaan bisa lahir dari hal-hal sederhana. Seorang anak bisa tertawa hanya karena melihat kupu-kupu beterbangan. Mereka bisa bahagia saat bermain pasir, atau puas ketika berhasil meniup gelembung sabun. Hal-hal kecil yang bagi kita biasa saja, bagi anak adalah sumber kebahagiaan yang tak ternilai. Di sinilah kita belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu butuh syarat besar. Jika kita mau menengok kembali ke dalam diri, barangkali kita bisa menemukan kebahagiaan pada hal-hal sederhana yang selama ini terlewat.

2. Jujur pada Perasaan

Anak usia dini adalah makhluk yang paling jujur. Mereka menangis ketika sedih, tertawa ketika bahagia, marah ketika kecewa, dan tersenyum ketika senang. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada topeng sosial. Sebaliknya, orang dewasa sering terjebak pada sikap pura-pura. Kita menahan tangis meski hati terluka, tersenyum padahal sedang kecewa, atau berkata "tidak apa-apa" meski sebenarnya ada masalah besar. Kesederhanaan anak dalam mengekspresikan perasaan mengajarkan kita arti ketulusan. Bahwa tidak ada salahnya menangis ketika sedih, atau tertawa lepas tanpa khawatir dianggap berlebihan. Hidup akan terasa lebih ringan jika kita mau jujur pada perasaan sendiri.

3. Rasa Ingin Tahu yang Tak Pernah Habis

"Kenapa hujan turun?"

"Kenapa bulan muncul malam hari?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline