Lihat ke Halaman Asli

Fadhly Syauqy Syahidan

Mahasiswa Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Memahami Esensi Keterampilan Berbahasa yang Efektif dalam Retorika

Diperbarui: 23 April 2024   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Oleh: Syamsul Yakin & Fadhly Syauqy Syahidan
(Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Sebetulnya retorika lebih sesuai jika dikategorikan sebagai sebuah keterampilan daripada pengetahuan. Karena sejatinya, retorika lebih mengarah kepada praktik ketimbang teori. Maka lebih cocok jika retorika dianggap sebagai keterampilan berbahasa secara efektif, baik lisan maupun tulisan.

Dalam hal retorika lisan, keterampilan memukau dari seseorang bisa dilihat ketika ia sedang berpidato di hadapan khalayak dengan bahasa dan diksi yang menarik, intonasi dan dinamika turun-naik, dan rima seindah puisi.

Maka tak heran jika seorang ahli retorika mampu menjahit kalimat candaan untuk menghibur, ice breaking untuk mencairkan suasana, dan juga satire untuk menyindir, namun tetap mudah dimengerti dan tidak terdengar aneh.

Seorang ahli retorika juga biasanya sering mengutip kata-kata bijak dari seorang orang nabi, filsuf, atau penyair. Para penceramah agama yang ahli retorika, tak jarang mengutip ayat al-Qur'an sebagai basis teologis argumentasinya.

Kemampuan meracik bahasa lisan ini sering membius perasaan pendengarnya. Pendengar terkadang bisa merasa haru, sedih, tertawa, geram, dan marah. Sejatinya seorang motivator, penceramah, dan provokator demo memiliki kemampuan retorika yang seperti itu.

Dalam hal tulisan, kemampuan seseorang terlihat saat dia menulis atau mengarang baik karya fiksi maupun non-fiksi. Tulisannya mengalir ringan, indah, dan penuh makna.

Seperti halnya keterampilan retorika lisan, retorika tulisan yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip retorika, seperti memahami arti kata-perkata, gabungan kata, kata ungkapan, dan kalimat dengan baik. Begitu pula kemampuan tata bahasa baku yang berlaku. Seorang penulis yang menguasai retorika biasanya juga menguasai ilmu logika, seni, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial.

Untuk mengetahui kekuatan retorika lisan seseorang, bisa dilihat dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan melakukan transkripsi bahasa lisan menjadi teks. Apabila enak dibaca, tersusun sesuai tata bahasa, dan tak banyak pengulangan yang tidak perlu, bisa dipastikan retorika lisan orang itu baik.

Begitu juga sebaliknya, apabila bahasa tulis seseorang efektif, menarik, dan estetik ketika dijadikan sebagai teks pidato, maka dipastikan retorika tulis orang itu baik.

Misalnya, retorika bisa ditemukan ketika seorang politisi diwawancarai atau menulis di ruang publik. Para politisi ketika berbicara dan menulis biasanya menggunakan bahasa normatif yang tak bisa disangkal. Itulah salah satu contoh retorika politik saat ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline