Lihat ke Halaman Asli

Sinta

Diperbarui: 26 Januari 2023   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac


Sinta
Karya. Ersalrif

Pagi menjelang, mengusir tirai gulita dari alam persada. Rona mentari menyibak hawa dingin, dan menggugah setiap insan untuk memulai aktifitas.

Terdengar dari sebuah rumah kecil, sudah hiruk pikuk dengan segala aktifitasnya sejak pagi buta. Terdengar suara tangis bocah kecil merobek kesunyian pagi.

"Mamaaa, jangan tinggalin Ade!" pekiknya menyayat hati.

"Sudah De, diam!" bujuk kakak lakinya yang bernama Robi.

Dede langsung mengusap air matanya dan memeluk tubuh sang ibu yang tiba-tiba terkulai dan dingin, sesaat setelah mengucapkan salam di shalat subuh terakhirnya.

Dede terus menciumi wajah sang ibu. Tangan kecilnya meraih tangan Sinta, ibunya itu dan diposisikan layaknya si ibu sedang memeluk tubuh kecilnya.

Sedangkan Robi, kakaknya yang berusia lima tahun, meluruskan tubuh sang ibu. Mereka berdua memeluk di kanan kiri tubuh Sinta, lalu melafazkan dua kalimat syahadat bersamaan.

Tak lama hening dan sunyi senyap melanda. Suara pekik Dede barusan tak mampu membangunkan kemalasan para tetangga mereka, untuk sekedar menengok keadaan bocah kecil itu.

Pagi beranjak siang hingga ke malam lagi. Pintu hijau rumah mungil yang terselip di antara rumah mewah dan gedung perkantoran itu, tak tampak aktifitas lagi sejak tiga kali sang surya timbul dan tenggelam.

Burung kedasih bernyanyi memberikan pertanda. Tak ada yang peka dan melihat sebagai sesuatu keanehan. Bahkan saat bau b4ngk4i semerbak, orang di sekeliling rumah itu tetap acuh, karena berpikir itu b4ngkai tikus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline