Lihat ke Halaman Asli

Erlangga Wijaya

Penulis muda yang aktif di media sosial

Setiap Orang Bisa seperti Risa Santoso, Jika Pendidikan Sudah Merata

Diperbarui: 11 November 2019   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rektor Institut Telnologi dan Bisnis Asia Malang (Foto: Risa Santoso)

Baru-baru ini, kita dihebohkan dengan viralnya berita tentang seorang perempuan yang menjabat sebagai rektor di Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang. Yang membuat viral tentu bukan karena jabatannya ataupun kampus tempatnya berkarir. Tapi perempuan yang bernama lengkap Risa Santoso ini baru menginjak usia 27 tahun dan masing lajang pula. Diangkatnya Risa sebagai  rektor pada Sabtu, 2 November lalu membuatnya menjadi rektor termuda di Indonesia.

Risa Santoso lahir pada tanggal 27 Oktober 1992. Seteleh menyelesaikan jenjang pendidikan SMA nya, ia melanjutkan studi sarjana di di University of California dan master education di Harvard University. Sebelum diberikan amanah sebagai rektor, Risa sudah bekerja di institut tersebut selama lebih dua tahun. Meskipun, Institut Teknologi dan Bisnis Asia malang baru terbentuk yang dulunya berupa Sekolah Tinggi.

Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang  merupakan gabungan dari dua sekolah tinggi yang sudah berkembang sebelumnya, yakni Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) ASIA Malang dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) ASIA Malang. Dua sekolah tinggi yang berada di bawah Yayasan Wahana Edukasi Cendekia itu lantas digabung dan menjadi Institut Teknologi dan Bisnis ASIA Malang.

Hadirnya Risa sebagai Rektor dengan usia yang masih sangat muda membuktikan bahwa anak-anak muda Indonesia sangat cerdas dan mampu bersaing. Tapi pertanyaannya kenapa masih sangat sedikit anak-anak muda Indonesia yang seperti Risa? Bahkan bisa dikatakan Risa adalah anomali diantara ratusan ribu bahkan jutaan anak muda Indonesia.

Kurang Meratanya Pendidikan

Hadirnya Risa tentu sangat disyukuri. Tapi selain Risa masih banyak anak-anak Indonesia yang bahkan untuk mengenyam wajib pendidikan selama 12 tahun saja belum terpenuhi. Bahkan menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mudhajir Effendy, infrastruktur pendidikan belum merata di seluruh wilayah Indonesia.

"Meskipun begitu, kami akui, belum semua wilayah tersentuh pembangunan insfrastruktur yang bisa menjadi sabuk pendidikan dan kebudayaan dalam ikatan keindonesiaan. Oleh karena itu, pada tahun-tahun mendatang pemerintah akan memberikan prioritas pembangunan infrastruktur pada daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) agar wilayah-wilayah tersebut terintegrasi dan terkoneksi ke dalam layanan pendidikan dan kebudayaan," Muhadjir Efendy (Kemendibud.go.id)

Hal yang serupa juga terlihat di beberapa daerah di Indoneisa. Seperti beberapa waktu lalu terjadi insiden ambruknya SDN Gentong Pasuruan, Jawa Timur yang menyebabkan meninggalnya satu orang peserat didik dan seorang guru. Akibat insiden ini, Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nadiem Makarim langsung menerjunkan tim investigasi ke Pasuruan, Jawa Timur.

Selain Infrastruktur pendidikan, kompetensi tenaga pendidik juga belum merata di beberapa wilayah-wilayah di Indonesia. Terutama antara daerah kota dengan desa atau antara di Pulau Jawa dengan Pulau-pulau di luar Jawa seperti Timur dan Kalimantan. Tidak mengherankan apabila terjadi kesenjangan pendidikan yang begitu besar mengingat sarana dan pra sarana pendidikan yang juga tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.

Masih belum meratanya pendidikan di beberapa wilayah di Indonesia ini, sebenarnya bisa diatasi dengan kemajuan teknologi digital saat ini. Saat ini, telah banyak perusahaan-perusahaan rintisan (Startup) di bidang pendidikan yang mencoba menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

CEO Startup pendidikan GreatEdu Robert Edy Sudarwan dalam sebuah Seminar Sinergi peran guru dan teknologi Digital  pada 7 Oktober 2019 lalu, mengatakan untuk menunjang akses pemerataan pendidikan dibutuhkan kolaborasi antara tenaga pendidik dan perkembangan teknologi. Masalah sulitnya akses pendidikan ini, menurut Robert bisa dijawab dengan menjadikan teknologi digital sebagai jembatan yang menghubungkan antara tenaga pendidik dengan murid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline