Pendidikan adalah suatu pondasi utama, bagi kemajuan suatu negara. Namun, dibalik semangat pemerataan pendidikan yang selalu di gaungkan oleh pemerintahan, masih tersisa ruang-ruang ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Fenomena ini dapat kita lihat dengan jelas di wilayah Jawa Barat, khususnya wilayah Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya. Ketimpangan ini bukan hanya tentang letak geografis, tetapi juga menyangkut kualitas infrastruktur, kompetensi tenaga pendidik, akses teknologi hingga hasil belajar peserta didik. Apabila fenomena ini terus di biarkan, saya rasa kesenjangan ini dapat mengancam masa depan generasi muda di daerah pedesaan, yang mana saya rasa generasi muda yang seharusnya menjadi penerus bangsa, akan tetapi malah menjadi korban dari ketimpangan pendidikan yang membuat cita-cita mereka terhenti di perbedaan antara kota dan desa. Berdasarkan pada sumber Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat yang diliris pada tahun 2023, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Tasikmalaya mencapai 75,47, sedangkan Kabupaten Tasikmalaya hanya di kisaran 69,14. Angka ini sangat jelas menunjukan bahwa adanya ketimpangan dalam tiga aspek utama pembangunan manusia yang mana tiga aspek tersebut yaitu, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Kita lihat, dari bidang pendidikan Kota Tasikmalaya banyak sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap, dimulai dari labolatorium, perpustakaan serta akses internet yang stabil. Sedangkan banyak sekolah dimulai tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah atas di wilayah selatan Kabupaten Tasikmalaya, seperti di wilayah Bojonggambir, Culamega serta Cikatomas, masih ditemukannya ruang kelas yang tidak layak pakai (rusak), keterbatasan guru tetap, dan fasilitas belajar yang sangat minim. Menurut laporan yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2024, terdapat lebih dari 1.600 ruang kelas didalam kondisi yang rusak berat yang mana membutuhkan rehabilitas segera. Sementara itu, di Kota Tasikmalaya jumlah ruang kelas yang rusak tercatat jauh lebih dari sedikit, dan juga sebagian besar sudah dalam tahap perbaikan pada tahun anggaran 2023.
Menurut saya akar permasalah ini ada di beberapa faktor yaitu, infrastruktur pendidikan yang tidak Merata, kualitas dan distribusi guru, akses digital dan teknologi pendidikan sangat terbatas.
Kita lihat terlebih dahulu dari segi infrastruktur, banyak sekolah yang berada di wilayah-wilayah pedesaan Kabupaten Tasikmalaya mengalami kerusakan dimulai kerusakan yang ringan hingga kerusakan yang yang berat. Yang mana kerusakan ini diakibatkan usia bangunan yang dan minimnya anggaran untuk perawatan, selain itu akses ke sekolah yang sangat sulit diakibatkan oleh akses jalan yang rusak, terutama pada saat musim hujan. Faktor ini menyebabkan tingkat kehadiran siswa dan guru menurun, serta berdampak langsung kepada kualitas pembelajaran. Selain faktor infrastruktur, ada juga faktor kualitas dan distribusi guru menjadi salah satu faktor kesenjangan pendidikan antara Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya. Sekolah-sekolah yang ada di Kota Tasikmalaya lebih mudah untuk menarik guru-guru yang berkompeten karena fasilitas yang hidup yang sangat layak dan akses yang mudah untuk di jangkau. Keadaan berbalik, dengan sekolah-sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang mana sering kali bergantung kepada guru honorer dengan honor yang cukup rendah. Data Kemendikbud yang dirilis pada tahun 2023, rasio guru yang bersertifikat di Kota Tasikmalaya mencapai angka 72%, berbalik dengan Kabupaten Tasikmalaya hanya sekitar 54%. Angka ini menunjukan bahwasannya kesenjangan ini cukup signifikan antara Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya. Selain faktor infrastruktur, kualitas dan distribusi guru. Ada juga faktor akses digital dan teknologi pendidikan, pada era globalisasi sekarang. Kesenjangan akses internet juga menjadi salah satu problem utama, dibeberapa sekolah yang ada di beberapa wilayah Kabupaten Tasikmalaya koneksi internet masih lemah bahkan tidak ada sama sekali. Faktor ini juga, menjadi para siswa sebagian wilayah Kabupaten Tasikmalaya sulit untuk mengikuti pembelajaran daring, projek digital serta asesmen berbasis komputer (ANBK).
Saya rasa ketimpangan kualitas pendidikan ini membawa sebuah dampak, bukan dampak jangka pendek melainkan dampak jangka panjang yang disebabkan oleh ketimpangan pendidikan ini. Siswa-siswa yang berada di wilayah pedalaman Kabupaten Tasikmalaya berpotensi tertinggal dalam kemampuan literasi, numerasi serta teknologi. Oleh karena itu, kenapa hal ini menyebabkan sebuah dampak untuk jangka panjang, mereka akan sulit untuk bersaing di pasar kerja modern yang menuntut keterampilan tinggi di segala bidang. Sebagai contoh, angka kelulusan siswa SMA di Kota Tasikmalaya yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi baik itu negeri ataupun swasta mencapai angka 72% (2023), sedangkan keadaan berbalik dengan wilayah Kabupaten Tasikmalaya hanya sekitar 48%. Angka ini menunjukan, bahwa anak-anak (siswa-siswi) di wilayah Kabupaten Tasikmalaya masih terkunci dalam keterbatasan, bukan karena kurang semangat belajar akan tetapi karena fasilitas dan dukungan yang tidak memadai.
Untuk mengatasi permasalah ini saya rasa dibutuhkannya kolaborasi dibeberapa elemen penting, dimulai dari pemerintahan pusat, daerah, sekolah serta masyarakat, ada beberapa langkah konkrit yang dapat diambil. yang mana dimulai dari adanya sebuah program rehabilitas sekolah, yang mana pemerintahan pusat harus memprioritaskan rehabilitas ruang kelas rusak berat yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Selanjutnya ada langkah Insentif bagi guru di daerah terpencil, yang mana guru yang bersedia bertugas di daerah-daerah terpencil, perlu adanya tunjangan khusus dan juga jalur percepatan sertifikasi. Nah selain dua faktor tadi, ada juga faktor pemerataan akses teknologi. Yang mana seperti perluasan akses jaringan internet ke sekolah-sekolah yang berada di daerah pedesaan, hak ini harus secepatnya dilakukan karena saya rasa ini juga menunjang kualitas pendidikan. faktor yang terakhir tidak kalah penting, melibatkan elemen masyarakat dan dunia usaha yang mana dunia usaha ini dapat membantu perbaikan sarana pendidikan dan memberikan beasiswa untuk para siswa yang kurang ataupun tidak mampu.
Sebagai penutup dari saya, kesenjangan kualitas pendidikan ini antara Kota dan Kabupaten Tasikmalaya bukan hanya sekedar masalah daerah, akan tetapi sebuah gambaran kecil dari permasalah nasional. Jika anak-anak di desa dibiarkan tertinggal, maka dari itu negara ini sedang membiarkan sebagian masa depannya padam sebelum sempat menyala. Pemerintah baik itu pusat dan daerah harus bergerak bersama dengan masyarakat, memastikan setiap anak di kota dan di desa memiliki hak yang sama untuk bermimpi untuk mewujudkan melalui pendidikan yang berkualitas.
Referensi
Vito, B., Krisnani, H., & Resnawati., R. (2015). Kesenjangan Pendidikan Desa dan Kota. _Prosiding KS: Riset & PKM_, vol 2(2), 147-300.
Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya. (2023, 19 Desember). _Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Tasikmalaya tahun 2023 mencapai 75,47_. Berita Resmi Statistik.
Data.go.id. (2023). _Persentase guru yang bersertifikat pendidik pada jenjang SD -- SD/MI/Sederajat -- 2023 --Indonesia._
Dapodik -- Sekolah Data Kemdikbud. (n.d.). _Profil sekolah: Persentase guru bersertifikat & kondisi ruang kelas (Kabupaten Tasikmalaya)._