Lihat ke Halaman Asli

Nurdin Taher

TERVERIFIKASI

Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Andai Margarito Kamis Jadi Ketua MK

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1408595532343334044

Oleh : eN-Te

[caption id="attachment_339064" align="aligncenter" width="275" caption="Majelis Hakim MK"][/caption]

Pendukung salah satu Capres pasti akan berbunga-bunga bila mendengar berbagai analisis Margarito Kamis dan beberapa pakar, mengenai gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), baik itu pakar politik maupun pakar Hukum Tata Negara. Pernyataan-perntaan mereka bagai menebar angin surga, membuat Sang Capres, Tim Hukum, dan semua pendukung koalisi Merah Putih (MP) sangat optimis dapat memenangkan gugatan PHPU di MK. Optimisme koalisi MP membongkah seakan dapat menembus langit ketujuh.

Margarito Kamis, dalam berbagai kesempatan, baik ketika diundang sebagai Narasumber di stasiun TV (apalagi sebagai Narasumber tetap di stasiun TV pendukung Sang Capres), maupun hadir sebagai saksi ahli di sidang MK,  selalu saja memberikan “analisis seragam”. Sayangnya “analisis seragam” sang ahli tanpa disadari menurut sebagian orang tidak mencerminkan keahlian sesungguhnya seorang ahli. Terkesan analisis dan pendapat ahli yang disampaikannya sangat subyektif, dan tendensius, hanya sekedar untuk menyenangkan sekelompok orang tertentu, karena itu ia pantas dijuluki sebagai “ahli partisan”, lebih dari seorang pendukung setia.

[caption id="attachment_339060" align="aligncenter" width="355" caption="Memberikan Kesaksian sebagai ahli di MK"]

14085949451728276527

[/caption]

Bukan saja terkesan sangat subyektif dan tendensius, dalam berbagai perdebatan yang dihadirinya,  “sang ahli”  melalui performa dan sikap (gesture)-nya cenderung memaksakan pendapatnya. Seakan-akan dialah yang paling ahli dari semua narasumber yang hadir, karena itu “wajib” bagi yang lain dan juga audiens (pemirsa)  untuk mengamini dan mengikuti pendapatnya. Padahal bila membandingkan pendapat atau analisis pakar Hukum Tata Negara yang, semisal Refli Harun,  sangat berbeda jauh. Bedanya jomplang. Meski karena alasan etika, dalam beberapa kesempatan, Refli Harun, ketika ditanyakan pendapatnya mengenai pendapat Margarito Kamis dan ahli lainnya, seperti Irman Putra Sidin, beliau dengan rendah hati, mengatakan keduanya adalah temannya. Demi hubungan pertemanan seorang Refli Harun tidak ingin menyanggah atau menolak pendapat mereka. Alih-alih menolak, ia malah memberikan pendapat dari perspektif lain sehubungan dengan apa yang sedang disorot oleh kedua ahli tersebut.

Kembali pada topik tulisan ini. Saya kadang berimajinasi jika seandainya kasus atau perkara PHPU yang sedang ditangani oleh MK ini dipimpin oleh “Hakim Ketua” Margarito Kamis, maka sudah bisa dipastikan bahwa gugatan pasangan Capres Prabowo-Hatta tentang PHPU akan “dimenangkan”, meski bukti yang diajukan terhadap pokok perkara tidak cukup siginifikan. Bahkan sangat mungkin, persidangan dan hasil keputusan majelis hakim tidak perlu menunggu sampai tanggal 21 Agustus 2014, hari ini, tapi sudah jauh-jauh hari telah dketok palu oleh “Hakim Ketua” MK, Margarito Kamis, untuk menerima semua gugatan pasangan Capres Prabowo-Hatta. Bagi Margarito Kamis, asal ada sesuatu yang salah (link di sini), maka hasil keputusan hakim sudah dapat ditetapkan. Karena dalam pandangan Margarito, Sang “Hakim Ketua” ini, yang penting ada pelaggaran, terlepas dari pelanggaran itu bersifat terstruktur, sistematis, dan masif  (TSM) atau tidak, maka pelaksanaan Pilpres tidak konstitusional.

Juga di depan sidang MK, Margarito Kamis, menyampaikan pendapat  ahli sehubungan pokok perkara yang dipersengketakan kubu koalisi MP. Ia berpendapat bahwa pelaksanaan Pilpres dianggap inkonstitusional bila terjadi pelanggaran terhadap konstitusi, meski pelanggaran itu tidak masuk dalam kualifikasi TSM. Untuk memperkuat argumentasinya tersebut ia menunjuk pada kasus penggunaan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Menurutnya “DPKTb tidak sah karena itu tidak diatur dalam Undang-Undang Pilpres, kalau memang itu jalan keluarnya maka tak perlu ada daftar pemilih tetap (DPT),” (link terkait di sini).

Jika logika ini yang digunakan seluruh “Hakim MK” yang dipimpin Margarito Kamis, yang sedang menyidangkan perkara PHPU yang diajukan pasangan Capres Prabowo-Hatta ini, maka gonjang ganjing drama persidangan di MK tidak akan berlarut-larut. Kita sebagai warga bangsa tidak perlu merasa terganggu dengan berbagai macam demo di depan MK. Juga kita tidak perlu merasa “deg-degan” menunggu hasil penetapan Majelis Hakim MK sampai hari ini, karena asal ada “pelaggaran”, maka keputusan KPU yang menetapkan pemenang Pilpres 2014 adalah pasangan Capres Jokowi-JK sudah dapat dibatalkan. Pembatalan ini dilakukan demi kebenaran dan keadilan versi koalisi MP. Untungnya, Ketua Majelis Hakim MK bukanlah Margarito Kamis, jadi massa dan pendukung Capres koalisi MP mesti harus bersabar dengan perasaan tak menentu, sampai paling cepat pukul 14.00 WIB hari ini, apakah pendapat ahli Margarito Kamis cukup masuk akal untuk dipertimbangkan diterima dan jadikan rujukan untuk memutuskan menerima gugatan Prabowo-Hatta, baik seluruh, sebagian, atau memutuskan seadil-adilnya, sebagamana harapan mereka yang mebungkah selama ini.

Wallahu a'alam bisshawab

Makassar, 21 Agustus 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline