Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Dongeng Wayang | Ketika Kangmas Petruk Jadi Ratu

Diperbarui: 5 Maret 2018   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : www.ketiketik.com

Raden Bambang Pecrukpanyukilan sosoknya memang gagah, wajahnya tampan rupawan. Selain itu ia juga sakti mandraguna. Ayahandanya seorang Begawan bernama Salantara yang tinggal di pertapaan dasar laut.  

Konon karena merasa bosan Raden Bambang Pecrukpanyukilan memutuskan pergi meninggalkan pertapaan, melanglang buana untuk menguji kesaktian yang dimilikinya. Maka berangkatlah ia hari itu juga. Berbekal senjata andalannya, yakni kapak sakti.

Di tengah perjalanan ia bertemu seorang pemuda seumuran yang mengaku bernama Bambang Suksdadi. Sama seperti dirinya, Bambang Suksdadi juga seorang sakti mandraguna. Ia baru turun dari padepokan Bluluktiba dan berkeinginan mencari lawan tanding. Bak gayung bersambut, Raden Bambang Pecrukpanyukilan pun menantangnya. Keduanya lantas berjibaku. Seru. Saling menyerang, saling tindih, saling injak, saling jitak dan saling piting. Berhari-hari pertempuran seimbang itu tak kunjung usai. Kedua Bambang sama-sama tangguh. Dan sepertinya tidak ada yang bakal keluar menjadi pemenang. 

Melihat dua pemuda asyik bergumul, Ki Lurah Semar, yang sebenarnya adalah titisan Bathara Ismaya, yang kebetulan tengah berkeliling mayapada ditemani Bagong, bergegas turun tangan.

Kedua Bambang yang sama-sama lelah itu akhirnya menghentikan perkelahian. Tapi sayang, wajah keduanya yang semula tampan rupawan tidak utuh lagi, babak belur. Bonyok di sana -sini. Bambang Pecrukpanyukilan hidungnya melar ke depan akibat ditarik paksa oleh Bambang Suksdadi. Sedang mulut Raden Suksdadi melebar hingga sejajar dengan garis telinga akibat dijembreng kasar oleh lawan tandingnya.

"Eladalah! Wujud kita kok jadi mengerikan begini?" Bambang Pecrukpanyukilan berseru kaget. Bambang Susdadi pun berlaku sama. Ia jenggirat setelah bercermin, melihat wajahnya sendiri di atas permukaan sungai yang airnya mengalir jernih.

"Wajahku! Duh, ampun Dewa Bathara Agung...."

"Wahai kedua Raden. Apalah arti kebagusan lahiriah jika tidak disertai dengan keelokan perilaku," Ki Lurah Semar berusaha menenangkan kedua Bambang.

"Sudahlah Raden. Sekiranya tidak keberatan, jadilah kalian saudaraku," Bagong ikut menimpali.

Setelah agak lama tercenung, kedua Bambang pun mengangguk.

"Okelah kalau begitu. Setidaknya dibanding kalian aku merasa masih yang paling tampan. Huehehehe...." Raden Bambang Pecrukpanyukilan akhirnya bisa tersenyum dan tertawa lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline