Lihat ke Halaman Asli

Eka Yuliati

Pembelajar sepanjang hayat

Haciii, Jangan Sampai Guru Era Digital Terjebak 7 Dosa Klasik

Diperbarui: 12 Oktober 2025   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Naskah Cerita Haciii, Gerakan Literasi Nasional. Penulis Eka Yuliati. Ilustrator Ira Ken

Era disrupsi bikin dunia pendidikan bergerak liar. Guru dan pemimpin harus jeli, reflektif, dan siap kolaborasi dengan semua pihak. Romo Haryatmoko mengingatkan, tantangan hari ini bukan cuma soal teknologi, tapi juga soal makna, etika, dan keberanian mengubah budaya sekolah. Pemimpin pendidikan sekarang, bukan lagi super-bos yang tampil di depan, tapi lebih mirip “navigator” yang menghubungkan inspirasi dari guru, murid, hingga komunitas.

Tapi, inovasi tanpa nilai bukan solusi. Di tengah arus teknologi, jebakan “7 dosa guru” ala Herman Harrell Horne menunggu: arogansi intelektual, keseragaman paksa, pembelajaran pasif, mengabaikan konteks hidup, otoritarianisme, asal-asalan, dan lupa mengajar manusia seutuhnya. 

Guru dan pemimpin sejati mesti terus refleksi, membebaskan, bukan membelenggu jiwa-jiwa muda. Alih-alih jadi pabrik yang menyeragamkan, kelas harus jadi taman yang merangkul keberagaman dan tumbuhnya jiwa pembelajar.

Di sinilah buku saya yang kesekian berjudul Haciii  bisa benar-benar membantu. Buku ini bukan cuma soal persahabatan dan kesehatan, tapi jadi alat refleksi dan praktik inovasi di ruang kelas. Guru bisa ajak anak berdiskusi, bermain peran, atau simulasi, lalu biarkan murid-murid  berperan sebagai pemimpin kecil, belajar berpikir kritis, berkolaborasi, dan siap gagal atau sukses bersama. 

Buku Haciii  membantu guru menciptakan kelas yang semarak dengan cerita, kelas yang berkisah, aman, terbuka, dan menghargai keunikan setiap anak. Yang terpenting, menghindari “dosa-dosa” lama dan membuat pembelajaran tetap bermakna, bahkan di tengah hiruk-pikuk digital.

Akhirnya, pendidikan hari ini memang menuntut perubahan dan inovasi, tapi makna, nilai, dan empati adalah kunci menghadapi era disruptif. Tugas kita sebagai guru dan pemimpin bukan sekadar menguasai teknologi atau memburu hasil, melainkan membangun ekosistem pembelajaran yang tumbuh dari refleksi, kebijaksanaan, dan keberanian menemukan jalan baru bersama-sama. Pendidikan yang membebaskan dan memanusiakan, itulah harapan terbesar di era digital yang serba cepat dan penuh perubahan.

Eka-Yuliati_Sahabat-Kecil-Raksasa-Besar_Sanitasi-dan-Kesehatan_B1.pdf
https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/625/1/2019-AHMAD SOLIHIN-2015.pdf

https://www.academia.edu/6945724/Modul_untuk_Pendidikan_Guru
http://repository.uki.ac.id/7602/1/FilsafatPendidikanKristen.pdf
https://www.instagram.com/p/DJWA0mRP87t/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline