Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Belajar Mengenal Madu di Negeri Gajah Putih

Diperbarui: 18 Desember 2018   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di taman kebun madu kami berfoto bersama keluarga. Foto | Dokpri

Mendengar penjelasan Tuan Boon, pemandu wisata kami di Hat Yai, Thailand, bahwa di kota itu banyak warga dari berbagai negara mengunjungi perusahaan pengolah madu terkemuka, saya tertarik untuk mengunjunginya.

Tuan Boon menyebut, perusahaan ini sangat profesional dalam mengolah madu. Dan, dengan mengendarai Tuktuk, kami sekeluarga merasa senang diantar Tuan Boon yang berperawakan gemuk dan ramah ke lokasi perusahaan itu.

Sesekali ia melempar humor bahwa dirinya di kota Hat Yai adalah sebagai pemimpin dari para pengemudi Tuktuk lantaran meski sudah usia 62 tahun masih gagah karena sering minum madu.

Kami tertawa. Ia pun membalas dengan suara tawa riang.

Meluncurlah kami dengan kendaraan Tuktuk tua dan reot namun masih mampu mengangkut penumpang lima orang plus cucu berusia lima tahun. Di Hat Yai, Tuktuk diperlakukan sama dengan kendaraan lainnya dan dibenarkan masuk ke lokasi parkir hotel mewah. Tentu tidak seperti di Jakarta, diskriminasi kendaraan butut sangat kentara meski tidak diatur secara tegas.

Nah, kembali ke soal madu tadi. Setibanya di tempat yang dituju,  ternyata bukan seperti kantoran perkiraan awal penulis. Justru di situ lebih banyak berbagai produk makanan khas Thailand dan kombinasi makanan dengan madu dijual. Jadi, ruangnya seperti toko dilengkapi dengan ruang khusus bagi setiap warga dari berbagai negara.

Di sini, awal masuk pintu gerbang, para tamu ditempeli nomor sekaligus sebagai diidentifikasi dari negara mana mereka berasal. Apakah dari Malaysia, Indonesia, Cina dan berbagai negara lainnya. Untuk pelancong dari tiap negara dikelompokan masing-masing menurut negaranya. Untuk dari negeri Cina, dijadikan satu kelompok. Demikian juga untuk Indonesia dan seterusnya.

Pengelompokan ini berkaitan dengan penjelasan pihak manajemen yang menekankan agar para pelancong dapat memahami ilmu permaduan secara komprehensif. Karena itu, bahasa yang digunakan pun harus sama dengan para pelacong.

Kami sendiri, sekeluarga yang berasal dari Tanah Air mendapat pelayanan dan penjelasan prihal madu dari ahli madu yang pernah bekerja di Indonesia. Ia adalah Tuan Adnan yang pernah bermukim di Ambon selama 11 tahun dan tinggal di Bangka 3 tahun.

"Sudah lima tahun saya bergabung dengan perusahaan madu ini. Dulu, di Indonesia, di kota Bengkulu, Bangka dan Ambon, ikut perusahaan timah," ujar Adnan dengan nada rendah.

Jadi, kami sekeluarga mendapat pembelajaran tentang madu dari Tuan Adnan di kamar khusus. Kami lebih suka memanggilnya Adnan Kasogi, orang kesohor pada Zaman Old. Dan, ia pun tak tersinggung dengan sebutan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline