Lihat ke Halaman Asli

EDROL

Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Waspada Berkunjung ke Kawah Putih Bandung, Pengelolaannya Tak Maksimal

Diperbarui: 19 Februari 2018   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Pagi itu tanggal 16 Februari 2018, kawasan Ciwidey, Bandung cuacanya cerah setelah sehari sebelumnya hampir seharian diguyur hujan.  Sinar matahari menerobos masuk ke kamar hotel kami. Hari Raya Imlek 2659 ini bertepatan dengan liburan panjang, kami sekeluarga menghabiskan liburan di Ciwidey, Bandung. 

Selepas sarapan pagi, kami sekeluarga di hari raya Imlek ini mengunjungi kawasan wisata Kawah Putih dengan mobil pribadi. Perjalanan dari hotel ke pintu masuk Kawah Putih sekitar 40 menit. Setelah membayar retribusi untuk parkir atas mobil roda empat sebesar Rp 150,000 dan masuk orang sebesar Rp 20.000 per orang.

Kami membuka kaca jendela, mematikan AC mobil kami dan membiarkan udara sejuk pegunungan menjadi AC alami kami. Sejak mobil kami mendaki, selalu berpapasan dengan mobil angkot dari atas melaju dengan kecepatan tinggi.

Mobil kami melaju dengan kecepatan rendah karena kondisi jalan banyak berlubang dan tikungan serta lebar jalan hanya cukup untuk dua mobil berpapasan. Dari belakang mobil kami, melesat kencang angkot membawa penumpang penuh menyalip kami dekat turunan. Kubangan jalan berlubang tak pelak menyembur kaca mobil kami dan masuk ke dalam mobil kami. 

Kami pun segera mengejar angkot ugal-ugalan tersebut dan mencegatnya. Kami mengingatkan sopir atau operator yang ugal-ugalan tersebut dengan agak emosi karena merusak ketenangan kami menikmati liburan dan AC alami, pakaian kami dan kursi mobil penuh cipratan lumpur. Penumpang angkot yang penuh layaknya penumpang odong-odong tersebut, tak satu pun yang bergeming atas kelakuan operator angkot tersebut. Sepertinya acuh tak acuh bahkan ada yang sibuk merekam dengan video kamera. Penumpang angkot yang penuh sesak seperti tak berharga dibawa dengan ngebut layaknya benda mati. Ironis.

Angkot Kawah Putih, Parkir Atas (dok.pribadi)

Selepas memperingati operator, kami kembali ke mobil kami dan melap bersih bagian kursi kami yang basah dengan tisu kemudian melanjutkan perjalanan kami menuju ke atas. Selang 10 menit, angkot yang ugal-ugalan tak sabar mengebut kembali dan menyalip kami kembali.

Kami akhirnya tiba di parkir atas mobil dan memarkirkan mobil kami dekat dengan kantor pengelola dalam kondisi puntunya tertutup rapat. Kami pun keluar dari parkiran menuju pintu masuk kawah putih.  Kami hendak melaporkan atas ketidaknyamanan saat berkendara dari bawah, ulang angkot namun kantor tertutup rapat dan tak ada satu petugas pengelola yang berjaga. Kami memutuskan akan melaporkan di pusat informasi bawah nanti.

Parkiran atas penuh sesak dengan mobil angkot oranye yang parkir depan signage "Kawah Putih" yang huruf "A"-nya hilang. Koordinator angkot berkoar-koar mengintimidasi para penumpang yang baru keluar angkot dan hendak menuju angkot agar bergegas turun karena suhu di bawah nol derajat. 

Di sisi lain dekat gerbang, penjual masker berkoar-koar kondisi kawah di atas normal tanpa ada penjelasan teknis dan mengintimadasi pengunjung untuk membeli masker di meja sebelah kiri gerbang masuk. Begitu mudahnya informasi kawasan yang tidak akurat ini lebih terkesan menakuti pengunjung ketimbang mengedukasi pengunjung. Tak satu pun jagawana atau petugas seragam pengelola yang mengawal mulai dari gerbang tiket, parkiran, pintu masuk bahkan di dekat jembatan atau pantai kawah yang rawan longsor.

Papan-papan peringatan dan papan aturan terpampang di mana-mana seolah sudah cukup. Maraknya penjaja foto keliling dan lapak penjual belerang di kawasan kawah ditambah adanya loket tiket jembatan di pinggir kawah dan petugas tiketnya yang berjam-jam berada di kawasan kawah. Menurut aturan hanya diperbolehkan maksimal 15 menit di kawasan kawah.

Papan Aturan Berkunjung Kawah Putih, maksimal 15 menit, tidak boleh merokok (dok.pribadi)

Papan Informasi Sejarah Kawah Putih (dok.pribadi)

Kami sempat menjajal jembatan dengan membayar lagi tiket sebesar Rp 10.000 per orang dan langsung menyusuri urugan dan naik tangga jembatan kemudian ke ujung jembatan yakni hampir mendekati tengah kawah, dengan ujung jembatan ada dua papan yang sudah terlepas dan ujung lainnya papan menuju tangga naik yang sudah hilang dan diganti dengan urugan batu-batuan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline