Lihat ke Halaman Asli

Gobin Dd

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

3 Pandangan yang Salah dalam Memahami Sebuah Pernikahan

Diperbarui: 18 September 2020   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pernikahan (Sumber: www.pixabay.com)

Pernikahan merupakan jenjang yang dihadapi oleh sepasang kekasih. Sejauh ini kita bisa melihat bahwa wajah pernikahan itu dibuat seturut konteks budaya, lewat institusi agama dan pemerintah.

Di balik itu, prinsip yang paling utama adalah pernikahan itu menjadi tanda persatuan antara seorang pria dan seorang wanita. Persatuan itu disaksikan oleh orang lain seperti pemimpin upacara, keluarga, dan teman-teman. Mereka hanya berperan sebagai saksi, selebihnya pernikahan itu tanggung jawab dari kedua belah insan.

Lewat pernikahan, keduanya memasuki hidup baru, sebagai suami dan istri yang membentuk sebuah keluarga. 

Keluarga adalah konteks hidup baru dan berbeda dengan apa yang mereka alami sebelumnya. Situasi baru ini pun bisa menuntut pasangan untuk ikut menyesuaikan diri. Terlebih khusus, adaptasi dengan peran baru, baik sebagai suami/istri ataupun orangtua.

Akan tetapi, banyak yang salah kaprah tentang pernikahan itu sendiri. Paling tidak, saya menjumpai 3 pandangan salah tentang pernikahan.

Pandangan salah yang ke-1 adalah pernikahan adalah puncak dari sebuah relasi cinta
Pada saat sepasang kekasih menikah, mereka mengalami pengalaman suka cita yang sulit tergambarkan. Terlebih lagi, momen itu diabadikan, didukung oleh banyak orang, dan dirayakan lewat pesta yang megah meriah. Mereka merayakannya seolah itu adalah puncak dari kasih di antara kedua belah pihak.

Padahal, apa yang dirayakan itu hanyalah dekorasi dari makna pernikahan itu sendiri. Pernikahan bukanlah puncak dari sebuah relasi.

Pernikahan hanya keberlanjutan dari sebuah relasi cinta yang telah terbangun. Relasi kasih itu dilanjutkan dalam konteks yang baru. Konteks keluarga.

Mereka melanjutkan ikatan kasih di dalam konteks ini. Dengan ini pula, mereka harus siap menghadapi pelbagai dinamika yang terjadi selama membangun hidup berkeluarga. Termasuk di dalamnya, proses mencintai di antara satu sama lain dengan peran yang berbeda. 

Dengan demikian, pernikahan pun tidak menjadi puncak dari sebuah relasi kasih dari kedua belah pihak. Sebaliknya, pernikahan itu melanjutkan relasi dengan rasa cinta yang sudah terbangun di masa pacaran.

Maka dari itu, walau berstatuskan suami atau pun istri, cara mencintai tetap seperti yang terjadi di masa pacaran. Dengan kata lain, upaya untuk mencintai di antara satu sama lain tidak berhenti karena pernikahan. Rasa cinta itu dijaga dan terus dibangun dengan peran yang baru di dalam sebuah keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline