Rabu, 28 Juli 2021 merupakan sidang pembacaan tuntutan hukuman oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Mantan MenSos tersebut divonis hukuman 12 Tahun penjara dan denda 500 juta rupiah. Hal ini tentu membuat miris keadaan moral dan perilaku para pimpinan bangsa kita ditengah kondisi perekonomian bangsa yang sulit. Terlebih lagi korupsi dana bansos itu dilakukan ditengah pandemi global yang saat itu tengah terjadi.
Menurunnya kepercayaaan publik akhir-akhir ini merupakan imbas dari sistematisnya kasus - kasus amoral para pempinan tinggi pemerintahan. Sistem perpolitikan yang mengutamakan hubungan timbal balik menjadi salah satu faktor menurunnya kualitas pemimpin Bangsa. Tanpa memperdulikan track record, nilai subjektifitas menjadi tolak ukur kepercayaan dalam mengurus sektor - sektor penting dari Bangsa.
Puncak kemarahan publik pun menjadi tak terbendung saat kasus penyelewengan dana bansos covid ini terkuak. Tindakan Juliari bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas. Ia adalah menteri yang diamanahkan mengurus rakyat kecil, namun malah tega merampas hak mereka. Kasus ini menunjukkan bahwa jabatan tinggi tidak menjamin integritas, dan bahwa moral bangsa bisa rapuh jika dipegang oleh individu yang hanya mementingkan kepentingan pribadi.
Perilaku semacam ini juga mengindikasikan bahwa sistem rekrutmen dan pengawasan pejabat publik masih lemah dalam menilai etika dan integritas. Juliari bukan hanya pribadi yang gagal menjaga kepercayaan publik, tetapi juga gambaran dari struktur kekuasaan yang belum bersih.
Kasus ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah, tetapi juga meninggalkan luka sosial yang mendalam:
Kepercayaan masyarakat terhadap program bansos menurun drastis.
Kecurigaan terhadap semua bentuk bantuan dari pemerintah meningkat.
Rakyat kecil semakin skeptis terhadap pejabat publik.
Dalam jangka panjang, ini memperlemah sendi-sendi solidaritas sosial dan menumbuhkan ketidakpercayaan kolektif, yang sangat berbahaya bagi stabilitas negara.
Juliari Batubara mungkin sudah dijatuhi hukuman, namun kasusnya tetap menjadi pelajaran besar. Ini adalah alarm keras bahwa penegakan hukum saja tidak cukup.
Juliari Batubara adalah wajah nyata dari kerusakan moral dalam kekuasaan. Ia bukan sekadar seorang koruptor, melainkan simbol kegagalan moral sebagian elit bangsa yang menjadikan penderitaan rakyat sebagai peluang untuk memperkaya diri. Kasus ini harus menjadi cambuk bagi semua pihak untuk membenahi sistem, memperkuat integritas, dan mengembalikan nilai kemanusiaan dalam setiap kebijakan negara. Jika tidak, bangsa ini hanya akan berjalan di tempat: kaya akan sumber daya, tapi miskin dalam moral dan keadilan.