Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Ketika Hukum Pasar "Membunuh" Kearifan Lokal

Diperbarui: 15 Juni 2018   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hotel Tua Tampak Kusam, Di Belakang Hotel Baru Tampak Segar (Dokpri)

Lebaran kali ini mungkin termasuk yang paling berkesan buat saya. Saat pulang kampung kemarin, saya agak 'gumun' melihat apa yang terjadi di kota kelahiran leluhur. Malam itu saya baru tiba dari Surabaya setelah menjajal jalan tol dari Jakarta hingga berakhir di kota buaya tersebut. Sengaja saya tidak pesan hotel lewat aplikasi, biar kerasa agak tegang sedikit seperti zaman dulu waktu berburu hotel di hari menjelang lebaran.

Tujuan pertama saya adalah sebuah hotel syariah yang terletak di depan stasiun kereta api. Zaman dulu, hotel ini selalu penuh dan hanya sedikit keberuntungan bisa memeroleh kamar. Parkiran juga penuh sesak mobil-mobil dari arah Jakarta atau Surabaya yang pulang kampung tapi tidak punya tempat tinggal lagi di kampungnya karena sudah dijual dan dibagi-bagi harta warisannya. 

Mereka pulang karena ingin bersilaturahmi dengan sanak saudara yang masih tersisa sekaligus mengenang masa muda waktu tinggal di kampung dulu.

Saya pikir kondisinya masih seperti dulu, pasti penuh dengan mobil-mobil parkir dan sulit mendapat kamar. Namun begitu tiba di depan hotel, saya hanya bisa melongo. Hotel terlihat sunyi sepi, tidak tampak satu mobilpun parkir di halaman hotel. 

Saya tidak langsung masuk tapi tetap jalan terus sambil menyaksikan dua hotel baru dari jaringan hotel nasional ternama yang megah dan bertingkat tinggi di sebelahnya. Parkiran penuh diisi oleh mobil-mobil kelas menengah keluaran terbaru.

Saya kembali lagi dan memutuskan untuk tetap menginap di hotel syariah yang sejarahnya berasal dari wakaf orang-orang yang pergi haji. Suasana tampak sunyi, warung makan di depan hotel sudah lama tutup. Agak menyeramkan juga karena hanya ada satu dua orang saja yang menginap, takut ada hantu gentayangan. 

Setelah beristirahat sejenak, kami keluar hotel untuk mencari makanan khas kampung di warung langganan yang biasa saya datangi saat lebaran tiba. Makanan tersebut memang tidak ada di Jakarta atau kota-kota besar lain, hanya ada di kampung sehingga saya selalu mengusahakan untuk mampir pas libur lebaran.

Pasar Tiban Ramai Pengunjung (Dokpri)

Jalanan menuju warung di kampung saya macet total. Rupanya ada pasar tiban alias pasar jalanan yang menjual aneka barang kebutuhan menjelang lebaran dan ramai sekali didatangi pengunjung. Sebuah ironi ketika waktu kecil dulu mal terbesar di kota kami selalu ramai pengunjung, sekarang hanya tinggal nama saja. 

Salah satu lahan toko yang cukup luas sudah dibeli jaringan swalayan milik pengusaha nasional dan saat ini sedang dibangun cabangnya di kota kami. Sementara gerai satunya lagi di sebelah SPBU sudah lama tutup dan belum ada yang tertarik untuk mengakuisisinya.

Pasar memang kejam. Ketika biaya operasional semakin meningkat yang menyebabkan harga barang ikut naik, pengunjung beralih ke pasar di pinggir jalan yang harganya jauh lebih murah karena tidak perlu mengeluarkan biaya sewa ini itu, paling hanya untuk bayar tenda, listrik, dan preman, beres. 

Untuk belanja sehari-hari warga tinggal datang ke gerai minimarket ternama yang secara tidak langsung menghancurkan warung-warung pinggir jalan dan hanya menyisakan rokok batangan untuk dijual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline