Lihat ke Halaman Asli

DiMei

Seorang murid di sekolah kehidupan

Meditasi Sambil Nangis!

Diperbarui: 11 April 2024   06:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com

Sebagai manusia yang masih belajar tentang kebijaksanaan, terkadang kita tidak terlepas dari pikiran yang melayang-layang.
Pikiran yang melompat-lompat dari satu dahan ke dahan yang lain, a scattered mind; a monkey mind.

Penulis mendapati dirinya menangis semalaman atas sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan.
Banjirlah bantal dia oleh ingus dan air mata. Jorok banget, haha..
Padahal penulis paham betul bahwa salah satu kunci kebahagiaan adalah dengan menerima kenyataan sebagai kenyataan dan hanya fokus kepada sesuatu yang dapat diusahakan.
Apabila sudah berusaha semampunya tetapi tidak bisa, dia harus cukup bijaksana untuk melepaskan itu semua.

Sebenarnya semesta mengirim sinyal-sinyal untuk kita belajar melepas dan menerima kenyataan:
-Sepatu baru yang kehujanan di hari pertama.
-Motor yang sering bocor bannya.
-Saingan yang sering usilin bangku kita.
-Kawan sekelompok yang lupa bikin tugasnya, sampai
-Anjing kesayangan yang tiba-tiba menghilang.
Kadang, kita saja yang menyangkal sinyal-sinyal ini.

Human being human, malam itu penulis juga merasa sulit untuk melepas dan menjaga jarak antara diri dan kemelekatannya.

Hidup sejatinya adalah dukkha.
Dukkha ada karena adanya kehidupan.
Dan di dalam kehidupan ada hal-hal tertentu yang tidak terhindarkan.
Sebenarnya penulis paham bahwa hasrat dan keinginannya lah yang menyebabkan luka di malam itu.
Tetapi pada praktiknya, membutuhkan banyak latihan mental dan tidak semudah itu untuk melepaskan pikiran dari penyebab-penyebab luka.

Beberapa orang melekat pada masalahnya, begitu getol memikirkannya dari pagi hingga malam hari, seolah-olah sudah kecanduan dengan masalahnya dan tidak ingin move on; malah menggoreng masalahnya.
Beberapa yang lain melekat pada uangnya, kekasihnya, anak-anaknya, jabatannya, dan lain-lain.

Diri penulis pun juga masih belajar untuk melepaskan kemelekatannya kepada sesuatu dan seseorang.
Dia sungguh sangat berterima kasih bahwa sesuatu dan seseorang ini sempat ada dan hadir turut membentuk dan mewarnai kehidupan penulis.
Namun, tetap saja melepaskan yang sangat disayangi bukanlah sesuatu yang mudah.

Beruntung, penulis pernah membaca buku yang membahas tentang meditasi.
Dari banyak tipe yang ada, penulis sering mempraktikkan 2 jenis meditasi, yaitu: mindfulness of breathing (anapana sati) dan loving-kindness meditation (metta bhavana).
Penulis bermeditasi secara casual saja, menyesuaikan kondisi mental penulis pada saat itu.
Apabila situasi sekolah sedang penuh tekanan tugas dan ujian, maka penulis mempraktikkan anapana sati untuk menjernihkan pikiran.
Namun di malam itu, metta bhavana nampaknya lebih dapat membantu penulis.

Dengan duduk bersila dan lampu kamar yang diredupkan, penulis mengucapkan kalimat afirmasi ini secara berulang:
May I be well and happy
May I be calm and peaceful
May I be protected from dangers
May my mind be free from hatred
May my heart be filled with love
(again) May I be well and happy

Mohon jangan dibayangkan cara penulis bermeditasi sebagai praktik meditasi ideal yang dipraktikkan oleh guru besar ya, haha..
Ini adalah praktik yang sederhana saja dimana penulis melihat lebih dekat kondisi mentalnya, merenungi, dan berusaha mengeluarkan pikirannya dari lumpur lingkaran kesedihan untuk menemukan kembali kejernihan pikirannya.
Bukan untuk memarahi, menolak dan menihilkan rasa sedih itu, tetapi
Menerima kehadirannya, merangkulnya, dan menyayangi dia.

Terima kasih, wahai rasa sedih, kamu telah hadir malam ini.
Saya sadar kamu hadir. Saya terima.
Iya, pikiran saya sedang terusik.
Mari tenangkan diri bersama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline