Belakangan ini istilah playing victim semakin populer dalam percakapan sehari-hari, terutama di media sosial.
Frasa playing victim ini merujuk pada perilaku seseorang yang secara sadar atau tidak sadar memposisikan diri sebagai korban untuk menarik simpati atau menghindari tanggung jawab.
Meskipun tampak tidak berbahaya di permukaan, dari sisi ilmiah sikap ini bisa menjadi bentuk manipulasi psikologis yang merusak, baik bagi individu yang melakukannya maupun orang-orang di sekitarnya.
Istilah Playing Victim dalam Psikologi
Dalam kajian psikologi, playing victim dikaitkan dengan Victim Mentality atau mentalitas korban. Ini adalah suatu pola pikir di mana seseorang merasa selalu menjadi korban dalam berbagai situasi, bahkan saat kenyataannya tidak demikian.
Menurut Dr. Lynne Namka, seorang psikolog klinis, orang yang bermain sebagai korban seringkali mengalami distorsi kognitif, seperti menyalahkan orang lain, merasa tidak berdaya, dan menolak bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
Perilaku ini sering kali berkembang dari pengalaman masa lalu, seperti trauma atau pengabaian emosional.
Namun dalam banyak kasus, perilaku ini digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mendapatkan perhatian, belas kasihan, atau penghindaran terhadap rasa bersalah.
Mengapa Playing Victim Itu Tidak Sehat?
Mengganggu Hubungan Interpersonal
Orang yang sering playing victim cenderung menyalahkan orang lain, memutarbalikkan fakta, dan menghindari introspeksi diri. Hal ini bisa membuat orang di sekitarnya merasa dimanipulasi dan lelah secara emosional.Menghambat Pertumbuhan Pribadi
Ketika seseorang selalu merasa sebagai korban, ia akan sulit belajar dari kesalahan. Alih-alih memperbaiki diri, ia justru larut dalam perasaan duka atau marah yang tidak produktif.