Lihat ke Halaman Asli

Dimas Adriansyah Putra

Mahasiswa Universitas Jambi

Perhatian Ibnu Taimiyah terhadap Konsep Harga yang Adil

Diperbarui: 4 Desember 2019   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Memahami sejarah peradaban dan pemikiran ekonomi Islam, pada hakikatnya adalah memahami sejarah perjalanan panjang Islam yang titik puncaknya adalah sejarah hidup Rasulullah SAW.

Sebelum kita membahas perhatian Ibnu Taimiyah terhadap konsep harga yang adil hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu, siapa Ibnu Taimiyah itu?

Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir di Kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, Paman dan Kakeknya merupakan Ulama besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku. 

Berkat kecerdasan dan kejeniusannya, Ibnu Taimiyah yang masih berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik di antara teman-teman seperguruannya.

Nah, Ibnu Taimiyah ini tampaknya merupakan orang yang pertama kali menaruh perhatian khusus terhadap harga yang adil. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, ia sering kali menggunakan dua istilah, yakni kompensasi yang setara ('iwald al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Ia mengatakan: 

"Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan inilah esensi keadilan (nafs al-'adl)."

Persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara ('iwadh al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum. Menurutnya, prinsip-prinsip ini terkandung dalam beberapa kasus berikut: 

1. Ketika seseorang harus bertanggung jawab karena membahayakan orang lain atau merusak harta atau keuntungan.

2. Ketika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar kembali  sejumlah barang atau keuntungan yang setara atau membayar ganti rugi terhadap luka-luka sebagian orang lain.

3. Ketika sesorang diminta untuk menentukan akad yang rusak (al-'uqud al-fasidah) dan akad yang shahih (al-'uqud al-shahihah) dalam suatu peristiwa yang menyimpan dan hak milik.

Dalam mendefinisikan kompensasi yang setara ('iwadh al-mitsl) Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan kesetaraan adalah jumlah yang sama dari objek khusus yang dimaksud dalam pemakaian yang umum (urf). Hal ini terkait dengan tingkat harga (si'r) dan kebiasaan ('adah). Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa evaluasi yang benar terhadap kompensasi yang adil didasarkan atas analogi dan taksiran dari barang tersebut dengan barang lain yang setara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline