Mohon tunggu...
Dimas Adriansyah Putra
Dimas Adriansyah Putra Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa Universitas Jambi

Lihat ke atas agar terinspirasi Lihat kebawah agar bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Money

Perhatian Ibnu Taimiyah terhadap Konsep Harga yang Adil

3 Desember 2019   15:05 Diperbarui: 4 Desember 2019   17:35 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Memahami sejarah peradaban dan pemikiran ekonomi Islam, pada hakikatnya adalah memahami sejarah perjalanan panjang Islam yang titik puncaknya adalah sejarah hidup Rasulullah SAW.

Sebelum kita membahas perhatian Ibnu Taimiyah terhadap konsep harga yang adil hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu, siapa Ibnu Taimiyah itu?

Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir di Kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, Paman dan Kakeknya merupakan Ulama besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku. 

Berkat kecerdasan dan kejeniusannya, Ibnu Taimiyah yang masih berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik di antara teman-teman seperguruannya.

Nah, Ibnu Taimiyah ini tampaknya merupakan orang yang pertama kali menaruh perhatian khusus terhadap harga yang adil. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, ia sering kali menggunakan dua istilah, yakni kompensasi yang setara ('iwald al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Ia mengatakan: 

"Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan inilah esensi keadilan (nafs al-'adl)."

Persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara ('iwadh al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum. Menurutnya, prinsip-prinsip ini terkandung dalam beberapa kasus berikut: 

1. Ketika seseorang harus bertanggung jawab karena membahayakan orang lain atau merusak harta atau keuntungan.

2. Ketika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar kembali  sejumlah barang atau keuntungan yang setara atau membayar ganti rugi terhadap luka-luka sebagian orang lain.

3. Ketika sesorang diminta untuk menentukan akad yang rusak (al-'uqud al-fasidah) dan akad yang shahih (al-'uqud al-shahihah) dalam suatu peristiwa yang menyimpan dan hak milik.

Dalam mendefinisikan kompensasi yang setara ('iwadh al-mitsl) Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan kesetaraan adalah jumlah yang sama dari objek khusus yang dimaksud dalam pemakaian yang umum (urf). Hal ini terkait dengan tingkat harga (si'r) dan kebiasaan ('adah). Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa evaluasi yang benar terhadap kompensasi yang adil didasarkan atas analogi dan taksiran dari barang tersebut dengan barang lain yang setara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun