Berbeda halnya dengan kompensasi yang setara, persoalan harga yang adil muncul ketika menghadapi harga yang sebenarnya, pembelian dan pertukaran barang. Dalam mendefinisikan hal ini, ia menyatakan:
"Harga yang setara adalah harga standar yang berlaku ketika masyarakat yang menjual barang-barang dagangannya dan secara umum dapat diterima sebagai sesuatu yang setara bagi barang-barang tersebut atau barang-barang yang serupa pada waktu dan tempat yang khusus."
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa harga yang setara adalah harga yang dibentuk oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan permintaan dengan penawaran. Ia menggunakan perubahan harga pasar sebagai berikut:
"Jika penduduk menjual barang-barangnya secara normal (al-wajh al-ma'aruf) tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil kemudian harga tersebut meningkat karena pengaruh kelangkaan barang (yakni penurunan supply) atau karena peningkatan jumlah penduduk (yakni peningkatan demand), kenaikan harga-harga tersebut merupakan kehendak Allah SWT. Dalam kasus ini, memaksa penjual untuk menjual barang-barang mereka pada harga tertentu adalah pemaksaan yang salah (ikrah bi ghairi haq).
Ungkapan "dengan jalan yang normal tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil"Â mengindikasikan bahwa harga yang setara itu harus merupakan harga yang kompetitif yang tidak disertai penipuan, karena harga yang wajar terjadi pada pasar kompetitif dan hanya praktik yang penuh dengan penipuan yang dapat menyebabkan kenaikan harga-harga.
Artikel ini ditulis oleh: Dimas Adriansyah Putra dan Fadillah, Mahasiswa Ekonomi Islam Universitas Jambi.