Lihat ke Halaman Asli

Didik Sedyadi

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Cerpen | Sang Perias Pengantin

Diperbarui: 28 Oktober 2017   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto. Dok Pribadi

Mbak Marwati membereskan kotak kosmetik.Bu Sutejo, majikannya, mengatakan darurat. Sebagai anak buah, walaupun anak buah seorang dukun rias pengantin, tentu ia harus menunjukkan sikap siap siaga di saat yang bagaimanapun. Termasuk hari ini, sebenarnya Mbak Marwati, gadis umur dua puluh lima tahunan, baru berencana akan santai di rumah. Namun tidak.

"Kita langsung ke Kedunggalar. Ada order mendadak. Lamaran nanti malam, kita harus berangkat sekarang."

"Injih Bu....." kata Mbak Marwati sambil mengangguk.

"Kamu nggak ada acara kan?"

"Ndak ada Bu."

"Syukurlah, kalau begitu kita berangkat."

"Monggo Ibu, kulo dherekaken..."

Bu Sutejo adalah seorang dukun rias pengantin yang lumayan kondang. Tarifnya juga lumayan. Untuk sekali merias pengantin, sang mempelai umumnya mengeluarkan biaya sekitar 6 -- 8 juta. Ini hanya untuk rias. Di musim-musim hajatan seperti sekarang ini, biasanya perempuan itu bekerjasama dengan pengusaha balandongan / tratag untuk hiasan lingkungan hajatan. Tentu dengan tarif yang berbeda.

Telah sekitar satu tahun Mbah Marwati ikut bersama Bu Sutejo. Dulu-dulu hanya pembantu biasa, namun karena kecepatan dan ketrampilan yang lumayan bagus di mata Bu Sutejo, maka gadis itu direkrut menjadi semacam murid atau asistennya. Jika bukan karena ewuh pakewuh, sebenarnya gadis itu bisa saja membuka usaha sendiri. Namun itu tak dilakukan, sebab Bu Sutejolah yang berjasa terhadap dirinya, tak mungkin ia menjadi pesaing.

Biasanya rias itu untuk pengantin, atau sepasang pengantin. Khusus malam ini di Kedunggalar Bu Sutejo hanya mendapat order merias seorang gadis untuk acara lamaran, bukan pernikahan. Pak Kusaeri, orang tua gadis yang pedagang kelontong di pasar, ingin di acara lamaran itu anaknya tampil jauh lebih cantik dari biasanya. Maksudnya melebibihi kebiasaan acara lamaran. Dalam acara lamaran, memang umumnya gadis yang dilamar berdandan, namun  katagori sederhana. Ini tidak, sang pedagang Kedunggalar ingin tampilan anaknya seperti saat acara pernikahan.

"Saya rasa terlalu mewah Bu ...." kata Mbak Marwati menimpali cerita majikannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline