Lihat ke Halaman Asli

Dewinda Syahda

Dokter Hewan

Beruk Pasaman Tersengat, Monyet Aceh Mengemis

Diperbarui: 13 September 2025   04:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Beruk Pasaman Tersengat, Monyet Aceh Mengememis 

Dari Kabel Listrik ke Kantong Plastik: Potret Konflik Manusia - Macaca di Tengah Pembangunan

                                                              

Dulu, ketika hutan di Kampung Tinggam, Kecamatan Talamau, Pasaman Barat, masih rapat dan hijau, rumah saya berdiri sendiri di tepi Jalan Lintas Sumatera yang membelah rimba. Dari tangga rumah, saya bisa melihat siamang bergelantungan di pucuk pohon, suara mereka bersahut-sahutan dengan gemericik sungai yang mengalir di lembah. Semua terasa damai, seakan alam masih penuh harmoni. Setiap pagi, cahaya matahari menyusup lewat celah dedaunan, menyoroti aliran air yang berkilau, dan menambah keindahan alam yang nyaris sempurna.

Sejak pembangunan jalan berlanjut dan hutan di sekitar kampung dibabat, harmoni itu perlahan menghilang. Satwa yang dulu hanya terdengar dari kejauhan kini muncul di halaman rumah. Saya masih ingat jelas suatu pagi, seekor beruk besar tersengat kabel listrik di dekat rumah. Tubuhnya terkulai, korban dari jalur jelajah yang terpotong pembangunan. Saya berusaha menolong dengan memberi makanan dan minum seadanya, dan beruk itu perlahan bangkit. Peristiwa itu menyadarkan saya bahwa konflik antara manusia dan satwa bukan sekadar cerita di buku atau berita, melainkan kenyataan yang hidup di depan mata.

Pembangunan jalan dan pembukaan lahan di Kampung Tinggam membawa perubahan besar. Hutan yang dulunya menjadi jalur jelajah beruk (Macaca nemestrina) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) perlahan hilang. Akibatnya, satwa-satwa itu mulai turun ke kebun warga. Awalnya mereka hanya singgah sebentar lalu lari ketika diusir dengan teriakan. Namun, lama-kelamaan mereka kembali lagi, lebih berani, dan tak segan menghabiskan hasil panen. Buah-buahan di pekarangan rumah habis tak bersisa, menyisakan kerugian bagi warga. Pohon buah ditebang sendiri oleh warga, karena percuma setiap kali berbuah, pasti habis dimakan satwa. Bagi saya yang masih kecil waktu itu, pemandangan tersebut meninggalkan kesan mendalam, hutan yang hilang membuat satwa kehilangan rumah. Mereka tidak memilih untuk datang ke kebun manusia, mereka terpaksa melakukannya demi bertahan hidup. Inilah bentuk nyata konflik manusia dan satwa, yang sebenarnya bisa dihindari jika pembangunan dilakukan dengan perencanaan ekologis yang matang.

Pengalaman di Kampung Tinggam menemukan gaungnya kembali ketika saya kuliah di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Saat mengunjungi kawasan wisata Lamreh di Aceh Besar, saya kira monyet-monyet di sana akan bersikap sama seperti di kampung: takut pada manusia. Ternyata berbeda, monyet ekor panjang di Lamreh justru mendekati pengunjung, mengikuti, bahkan mengejar jika tidak diberi makanan. Saya sendiri pernah dikejar bersama teman-teman hanya karena membawa kantong plastik berisi makanan. Salah satu monyet berhasil merampas bungkusan yang kami pegang. Bagi sebagian orang mungkin ini terasa lucu, tetapi bagi kami saat itu cukup membuat panik.

Perilaku ini tidak muncul begitu saja. Hutan di Lamreh sudah banyak berkurang, dan wisatawan terbiasa memberi makan. Akibatnya, monyet tidak lagi mencari makanan di hutan, tetapi menggantungkan diri pada manusia. Konflik pun bergeser, bukan lagi soal kebun yang rusak, melainkan tentang perilaku satwa yang berubah menjadi agresif dan berpotensi membahayakan pengunjung. Hal ini sesuai dengan penelitian Azwir et al. (2021) yang menyatakan bahwa perilaku monyet sangat bergantung pada kondisi habitat, dan perubahan lingkungan dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan manusia.

Dua kasus berbeda di Tinggam dan Lamreh menunjukkan pola yang sama: ketika habitat alami terganggu, konflik manusia - Macaca tak terhindarkan. Di Tinggam, konflik muncul karena pembabatan hutan untuk jalan dan pemukiman. Satwa kehilangan jalur jelajah, lalu turun ke kebun dan halaman rumah. Di Lamreh, konflik muncul karena interaksi manusia yang tidak terkendali. Wisatawan yang memberi makan membuat monyet terbiasa mendekati manusia. Keduanya berakar pada masalah yang sama: manusia ikut mengubah perilaku satwa dari yang dulu menjaga jarak, menjadi satwa yang terbiasa, bahkan tergantung pada manusia.

Konflik manusia - Macaca tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengusir satwa atau menyalahkan mereka. Diperlukan langkah nyata yang menyentuh akar masalah. Menjaga hutan yang tersisa adalah kunci utama agar satwa tetap punya ruang jelajah alami. Pembangunan jalan atau pemukiman harus melalui kajian lingkungan yang mempertimbangkan jalur satwa. Menurut Wang et al. (2023), fragmentasi habitat dapat memaksa satwa untuk bergerak melalui koridor tertentu guna menghubungkan patch habitat yang terpisah. Maka, pembangunan koridor satwa bisa menjadi solusi penting sehingga mereka dapat berpindah tanpa harus masuk ke kebun warga.

Di kawasan wisata, edukasi sederhana seperti larangan memberi makan satwa bisa mengubah perilaku secara signifikan. Gao et al. (2023) menekankan bahwa koeksistensi manusia - satwa bukan hanya tentang mengurangi konflik, tetapi juga tentang membangun hubungan yang saling menguntungkan. Edukasi pengunjung, pemasangan tanda larangan memberi makan, serta penyediaan jalur wisata yang tidak mengganggu ruang jelajah satwa dapat membantu menekan konflik jangka panjang.

Masyarakat lokal pun harus dilibatkan dalam upaya konservasi. Sosialisasi, penyuluhan, hingga program insentif bisa menumbuhkan rasa memiliki terhadap satwa dan hutan. Monitoring dan riset perilaku satwa juga penting agar strategi konservasi dapat disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di lapangan. Selain itu, pendekatan ekosistem air tidak boleh dilupakan. Sungai, rawa, dan kolam alami yang sering terabaikan justru penting bagi satwa. Menjaga ekosistem air berarti menjaga sumber makanan dan minum satwa, yang pada akhirnya mengurangi kebutuhan mereka turun ke pemukiman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline