Lihat ke Halaman Asli

Dewiyatini

Ibu Rumah Tangga

Berita Isu Perselingkuhan Ridwan Kamil, Media Jangan Jadi Penyebar Fitnah yang Menguntungkan Algoritma

Diperbarui: 27 Maret 2025   19:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.instagram.com/p/Bdm6d1RFslP/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==

Dua hari terakhir, media sosial ramai membicarakan isu perselingkuhan yang menyeret nama Ridwan Kamil. 

Seorang perempuan yang mengaku sebagai model majalah dewasa mencurahkan isi hatinya di Instagram, mengklaim telah menjalin hubungan dengan mantan Gubernur Jawa Barat itu hingga memiliki seorang anak. Dalam unggahannya, ia memberikan berbagai petunjuk samar, namun tak pernah secara gamblang menyebut nama.

Namun, alih-alih menelusuri kebenaran cerita tersebut, banyak media online justru tergesa-gesa mengutip pernyataannya mentah-mentah. Tanpa ada upaya konfirmasi, berita-berita yang beredar hanya berisi potongan unggahan si perempuan yang penuh insinuasi. Judul-judul bombastis bertebaran, menggiring opini publik bahwa Ridwan Kamil adalah sosok pria yang tidak bertanggung jawab.

Di sinilah jurnalisme diuji.

Apakah wartawan hanya sekadar menjadi penyambung lidah media sosial, atau tetap berpegang pada prinsip mencari kebenaran?

Dalam situasi seperti ini, ada pertanyaan mendasar yang seharusnya menjadi pegangan seorang jurnalis. 

Jika tuduhan ini benar, apakah perempuan tersebut bersedia memberikan pernyataan resmi dan menjawab pertanyaan kunci seperti: benarkah sosok yang ia tuduh adalah Ridwan Kamil? Jika iya, kapan pertemuan pertama terjadi? Bagaimana hubungan itu berjalan hingga akhirnya disebut menghasilkan seorang anak? Dan bagaimana dengan tuduhan bahwa ia pernah diminta menggugurkan kandungan?

Setelah mendapatkan informasi dari satu pihak, jurnalis pun berkewajiban mengonfirmasi kepada pihak yang dituduh. Dalam kasus ini, Ridwan Kamil akhirnya memberikan klarifikasi resmi, membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai fitnah. Sayangnya, klarifikasi itu justru dianggap sebagai upaya membela diri, sementara tuduhan awal yang tidak berdasar malah terus diperbincangkan.

Di sinilah letak bahaya jurnalisme yang malas. Ketika sebuah berita hanya mengutip satu sumber tanpa menggali lebih dalam, berita tersebut bukan lagi jurnalistik, melainkan sekadar gosip yang dikemas lebih rapi.

Seorang jurnalis sejati harus berani membedakan antara dugaan dan fakta. Jika sebuah tuduhan belum terbukti, maka harus disampaikan sebagai klaim, bukan kebenaran mutlak. Etika jurnalistik juga menuntut agar privasi seseorang dihormati, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut kehidupan pribadi.

Menulis berita perselingkuhan tokoh publik memang mengundang banyak pembaca, tetapi tanpa dasar yang kuat, berita semacam ini justru merusak kredibilitas media itu sendiri. Jika wartawan hanya berperan seperti ibu-ibu yang bergosip di gang sambil menunggu anak pulang sekolah, lalu apa bedanya media dengan akun-akun gosip di media sosial?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline