Lihat ke Halaman Asli

Devatania Alfitri Choirinisa

STP AMPTA YOGYAKARTA

Kesenian Bantengan, Atraksi Mistis dari Kota Batu

Diperbarui: 27 Oktober 2021   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Nazar

Kota Batu- Kesenian Bantengan merupakan tradisi pertunjukkan seni budaya yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang dibarengi dengan unsur mistis yang kental. Kesenian Bantengan di Kota Batu juga sudah diakui oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, ditandai dengan sertifikat Warisan Budaya Tak Benda 14 November 2020 pada acara Aktivasi Seni Budaya Daerah. 

Awalnya, bantengan merupakan cabang dari seni bela diri Pencak Silat. Kesenian ini biasa diiringi dengan musik dari gendang dan seruling, serta beberapa kebutuhan ritual seperti dupa, kemenyan, dan among juga harus ada dalam pertunjukan ini.

Namun seiring berjalannya waktu, kesenian ini lepas dan berdiri sendiri sebagai suatu kesenian baru yang dipertunjukkan sebagai ritual sakral, tolak bala, penghormatan kepada para leluhur dan juga sebagai ajang pelestarian budaya. Kesenian Bantengan biasa dilakukan di sepanjang jalan protokol Kota Batu. 

Kesenian bantengan diperankan sekelompok orang yang berkostum dominan hitam. Pemain bantengan merupakan para profesional yang sudah lama mempelajari ilmu kanuragan untuk dapat mengikuti pertunjukan kesenian ini.  

Pemeran utama dimainkan oleh dua orang sebagai bantengan, dengan satu orang sebagai pemegang kepala banteng dan satu orang lagi sebagai badan dan ekor banteng. Setiap tanduk banteng dipasang tali tambang yang dipegang oleh dua orang atau lebih untuk mengontrol pemain bantengan ketika bertingkah liar agar tidak mencelakai penonton. 

Bantengan diawali dengan pertunjukkan gerakan - gerakan khas dari para pemain. Kemudian dilanjutkan dengan pemanggilan roh leluhur bantengan (Dhanyangan) oleh para sesepuh. Pemanggilan roh tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. 

Sembari menunggu, penonton disuguhkan atraksi monyetan dan macanan yang berperan untuk memprovokasi bantengan agar bertingkah liar. Ditambah dengan adanya singo edan, yaitu barongsai singa yang diisi dua orang pemain yang turut memeriahkan pertunjukkan bantengan. Ketika para roh mulai merasuki para pemain bantengan, suasana berubah menjadi mencekam. 

Hingga pada puncak mistis acara akan ada beberapa atraksi ekstrim seperti adegan memakan kaca beling, dupa, ataupun arang. Apabila bantengan dirasa sudah terlalu liar, muncul pendekar yang membawa “pecut” atau cambuk yang fungsinya untuk menenangkan bantengan. 

Hal tersebut dilakukan ketika sudah terlalu banyak pemain dan penonton yang ikut kesurupan. Adapun peserta dan penonton yang kesurupan tidak dibiarkan begitu saja, ada para sesepuh yang membantu agar mereka dapat sadar kembali.

Antusiasme warga dan wisatawan Kota Batu menjadikan kesenian bantengan ini tidak pernah redup baik dalam pertunjukkan kolosal maupun ketika parade budaya. Meninjau hal tersebut, Kota Batu mengadakan event khusus kesenian bantengan bernama “Festival 1000 Banteng Nuswantara” yang diadakan setiap tahunnya sebelum masa pandemi. Kedepannya semoga kesenian Bantengan dapat terus dilestarikan dan diturunkan sebagai warisan budaya hingga menjadi suatu atraksi yang dapat dikenal oleh masyarakat luas hingga wisatawan mancanegara walaupun sempat terhenti oleh kondisi pandemi saat ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline