Lihat ke Halaman Asli

Dessy Yasmita

valar morghulis

Cerpen: Di Bukit Ada Kunang-kunang Terbakar

Diperbarui: 27 Juli 2020   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh Artie_Navarre dari Pixabay (pixabay.com/Artie_Navarre)

1. KOREK 
Dia menatap korek yang diputar-putar dengan jarinya, menimbang-nimbang untuk menyalakan atau tidak. Malam memang dingin. Jauh di depannya kota kelap-kelip, sunyi aktivitas.

Sudah berapa lama? Dia bertanya dalam hati, lalu menghitung-hitung. Tiga tahun. Tiga tahun dia tidak tidur. Mungkin ada satu atau dua jam per hari.

Sebelum tiga tahun itu dia dikenal sebagai rajanya remaja. Ketua geng, bad boy, atau apalah titel yang mereka semat. Dia bangga dengan status itu, bangga namanya dikenal. 

Semua orang takut padanya, pedangnya, dan motornya. Dulu dia sering membayangkan dirinya samurai bermotor. Dia ingat masa-masa emas itu karena kepala bocel dan lengan terbaret, bau darah dan bensin, teriakan dan rintihan hanya satu-satunya yang membuat dia hidup.
Hidup.

Dia tersenyum miris. Dulu begitulah dia memaknai hidup sampai malam laknat itu tiba. Pertempuran dengan sekolah wilayah lain telah diatur di sebuah tanah lapang. Begitu dimulai, pertempuran pantang usai sebelum semua lawan menyerah. Itu mottonya. 

Malam memang belum terlalu malam dan pasukan musuh sudah kocar-kacir. Matanya memindai sekeliling sampai dia menemukan sosok itu. Diiringi teriakan dia mengejar musuh yang berjalan. 

Anak itu sempat menoleh ketakutan, lalu lari. Dikejarnya, ditebasnya anak itu. Anak itu menjerit minta ampun, tapi tak didengarnya. Kesal dengan jeritan itu, dia berhenti, membiarkan motornya jatuh, dan menusuk anak itu berkali-kali. Jadi pria jangan cengeng. Namun, anak itu diam terkapar.

Sejak saat itu dia minggat, lari dari kota. Malam dan siang ia mencoba tidur, tetapi sosok anak itu terus menghantuinya. Tiga tahun, tanpa henti. Dia sudah memohon pada mimpi-mimpinya untuk memberi ketenangan. Namun, mereka tak menggubris.

Kota masih kelihatan lelap dalam kelap-kelip. Dia tahu malam ini dia harus membasuh dosa-dosa lama dan menanggalkan titelnya. Disambarnya jeriken yang menguarkan bau, lalu dinyalakannya korek yang tadi dia mainkan. 

Di sebuah sudut kota, seseorang tengah menatap ke bukit sambil merokok. Mulanya ia melihat kelap-kelip, lalu terpana melihat api menari.

2. BALKON
Di sebuah sudut kota, seseorang tengah menatap ke bukit sambil merokok di balkon. Mulanya ia melihat kelap-kelip dan bertanya-tanya dalam hati, seberapa ramai kunang-kunang ada di sana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline