Lihat ke Halaman Asli

Erni Purwitosari

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Bukan Jepit Rambut Biasa

Diperbarui: 24 Februari 2024   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jepit rambut (dok. Denik)

Jepit rambut. Bagi kaum perempuan dengan rambut melebihi bahu bukan barang baru. Bisa jadi malah menjadi pernak-pernik yang wajib ada selain karet untuk menguncir rambut. 

Fungsinya ya itu tadi. Untuk mengikat atau menguncir rambut. Jadi yang namanya karet kuncir atau jepit rambut pahamlah ya. Punya juga pastinya. 

Nah, saya memiliki beberapa jepit rambut. Salah satunya jepit rambut motif warna orange ini. Sekilas biasa saja. Sama seperti jepit rambut pada umumnya. Digunakan untuk menjepit rambut agar tidak berantakan. 

Bedanya jepit rambut ini dengan lainnya, usia dan kenangan yang melekat padanya. Jepit rambut ini sudah berusia 15 tahun loh. Saya mendapatkannya tahun 2008 di Mall Ciputra yang dulunya bernama Citraland. Masih bagus meski usianya sudah 15 tahun.

Awet ya? Padahal sering dipakai dalam keseharian. Biasanya bagian bawah yang untuk menjepit rambut sering lepas. Kalau masih bisa dilem atau apalah, maka bisa digunakan lagi. Kalau tidak ya sudah dibuang.

Nah, jepit rambut saya ini belum pernah rusak atau ada yang copot. Dari dulu begitu saja. Menarik bukan? Menariknya lagi. Jepit tersebut pemberian anak murid les.

Dulu sekali saya pernah mengajar play group. Tepatnya tahun 2002-2004. Nah, mulai tahun 2004-2019 saya mengajar les privat saja. Salah satu murid les inilah yang membelikan saya jepit rambut. 

Ceritanya murid saya ini ulang tahun. Usai belajar mestinya saya kan pulang. Eh, diajak makan dulu ke mall Ciputra. Tentu saja bersama orang tuanya. Karena murid saya ini kelas 4 SD. 

Selesai makan keliling mall dulu sebentar. Di sebuah toko pernak-pernik murid saya minta waktu sebentar pada saya karena ingin mencari sesuatu. Tentu saja saya temani masuk. 

Hubungan saya dengan anak murid dan orang tuanya sudah seperti keluarga. Karena biasanya saya mengajar les privat sejak si anak usia TK. Mulai dari belajar membaca sampai kelas 6 SD baru ganti murid. 

Di dalam toko pernak-pernik saya hanya melihat-lihat saja. Tidak ada yang ingin dibeli. Tiba-tiba murid saya menghampiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline