Lihat ke Halaman Asli

Delianur

TERVERIFIKASI

a Journey

"Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck", Sastra, dan Orang Minang

Diperbarui: 11 Desember 2019   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

liputan6 

Sebagaimana pakar dan pemerhati selalu berbeda dalam merumuskan sebuah definisi, begitu juga ketika mereka merumuskan periodisasi sebuah tema. Selalu ada perbedaan bahkan pertentangan. Seperti ketika para pakar dan pemerhati merumuskan periodisasi perkembangan kesusastraan Indonesia. Ada yang membuat periodisasi memakai kronologi waktu saja, ada juga yang membuat periodisasi dengan mensisipkan nama dari dari setiap priode itu.

Namun dalam hal perjalanan kesusastraan di Indonesia, dari sekian priodesasi waktu yang dirumuskan, ada satu priode yang kerap disebut sebagai generasi Balai Pustaka.

Sebuah periodisasi kesusastraan Indonesia yang muncul sebelum masa-masa kemerdekaan, sekitar tahun 1920an. Diantara karyanya yang kerap disebut orang meskipun orang tidak membaca bukunya, adalah Siti Nurbaya karangan Marah Rusli dan Si Doel Anak Anak Betawi, karangan Aman Datuk Madjoindo, yang sudah diadaptasi menjadi sinetron dan film berjudul Si Doel Sekolahan

Secara umum orang sering menggambarkan bahwa angkatan Balai Pustaka muncul setelah angkatan Pujangga Lama dan Sastra Melayu Lama. Nama Balai Pustaka sendiri muncul karena ini berkaitan dengan sebuah perusahaan penerbitan dan percetakan milik negara.

Balai Pustaka awalnya didirikan oleh Commissie voor de Inlansche School en Volkslectuur (Komisi Untuk Bacaan Rakyat) pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. 

Lembaga ini didirikan Belanda untuk menjaga bahasa daerah utama di Hindia Belanda dan sudah menerbitkan ratusan buku seperti kamus, referensi, keterampilan, sastra, sosial, politik dll.

Sekarang status Balai Pustaka adalah BUMN yang konon terus merugi yang secara bisnis, mestinya dilikuidasi. Namun tidak dilikuidasi kareni ini berkaitan dengan sejarah.

Melalui Balai Pustaka inilah kemudian karya-karya sastra tahun 1920an dicetak, diterbitkan dan distribusikan. Inilah yang tidak terjadi dengan karya sastra sebelum angkatan Balai Pustak. Tidak ada percetakan dan penerbitan yang mencetak dan mendistribusikan buku sastra sebelumnya.

Contohnya, dalam priode Sastra Melayu lama ada sebuah karya sastra berjudul Hikayat Siti Mariah yang ditulis Hadji Moekti. Kita akan mengetahui membaca keberadaan karya ini ketika membaca Tetralogi Bumi Manusia nya Pramoedya. Ketika Minke bertemu dengan Hadji Moekti yang memberikan alternatif baru dalam melihat lapisan masyarakat Indonesia yang tidak hanya bisa dilihat antara pribumi dan penjajah saja.  

Namun bila kita baca novel tersebut, Pram yang menjadi editor buku itu menceritakan kesulitannya ketika mengumpulkan cerita bersambung yang dimuat di Medan Priyayi selama 2 tahun dalam sebuah kesatuan utuh yang bisa dibukukan. Pramoedya mesti meminta bantuan Benedict Anderson untuk melacak keberadaan tulisan Hadji Moekti di perpustakaan kampus Amerika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline