Lihat ke Halaman Asli

Ikwan Setiawan

TERVERIFIKASI

Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Mengelola Ruang Komunal: Alternatif Pengembangan Budaya Lokal

Diperbarui: 7 November 2021   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi

Awalan

Setiap kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki kekayaan budaya lokal yang masih dijalankan oleh masyarakat di tengah-tengah kehidupan modern yang mereka nikmati. Budaya kuliner, ilmu pengetahuan dan teknologi, cerita rakyat, dan kesenian yang bercirikan tradisi tiap-tiap kelompok etnis masih bisa kita jumpai, meskipun tidak bisa dikatakan masih terjaga kemurniannya. Di sisi lain, kita juga menyaksikan betapa budaya pop, budaya internet, dan budaya android, telah dan tengah menjadi kawan sehari-hari dalam kehidupan dan imajinasi masyarakat. 

Adalah sebuah kemustahilan untuk kembali ke dalam budaya lokal "semurni-murninya", tetapi akan menyakitkan pula ketika bangsa ini sepenuhnya larut dalam gerak budaya dominan yang berasal dari bangsa-bangsa lain. 

Mengapa? Karena hal itu menunjukkan matinya penanda identitas lokal di tengah-tengah globalisasi. Marjinalisasi ekspresi budaya lokal bisa menjadikan masyarakat terpisah dari makna komunalisme dan memunculkan krisis kreativitas kultural karena mayoritas masyarakat menjadi penikmat budaya asing. 

Selain itu, tidak terbiasanya masyarakat, khususnya generasi muda, dengan ragam kebajikan lokal menjadikan mereka mudah terpapar doktrin-doktrin radikal seperti terorisme karena mereka hanya memiliki satu visi kebenaran tentang kehidupan berdasarkan ajaran yang diterima. 

Dalam kondisi demikian, tentu kita harus mengusahakan strategi dan mekanisme yang sekiranya bisa dikerjakan di masing-masing daerah.

Dalam tulisan ini, saya akan menawarkan beberapa strategi dan mekanisme untuk mengelola ekspresi budaya lokal berdasarkan temuan-temuan dari penelitian lapangan di beberapa kabupaten di Jawa Timur. 

Perspektif yang saya usung, memodifikasi pemikiran poskolonial Bhabha (1994), adalah bahwa keberantaraan dan hibriditas kultural yang tengah berlangsung dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat masih adanya kecintaan terhadap budaya lokal di tengah-tengah hegemoni ragam modernitas bisa memberikan celah untuk memunculkan mekanisme-mekanisme di ruang lokal. 

Kuda Kencak Jember. Dok. Pribadi

Mekanisme-mekanisme tersebut bisa diciptakan melalui kerjasama sinergis antara pemerintah daerah dan segenap komponen masyarakat, sehingga para pelaku di ruang lokal bisa secara ajeg menegosiasikan budaya lokal yang masih ada atau hampir punah kepada generasi penerus. Beberapa komunitas lokal di Jawa Timur mampu mengelola strategi penguatan ekspresi budaya lokal melalui mekanisme-mekanisme yang melibatkan tokoh adat/masyarakat, pemerintah desa, dan generasi muda, meskipun masih banyak aspek yang harus dievaluasi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline