Lihat ke Halaman Asli

Paradigma Integrasi : Menyatukan Aspek Keilmuan dalam Era Multikultural

Diperbarui: 12 Desember 2024   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam era globalisasi yang semakin kompleks, kehidupan masyarakat semakin beragam, terutama di lingkungan kampus yang terdiri dari berbagai latar belakang suku, budaya, bahasa, dan agama. Tantangan terbesar dalam menghadapi keragaman ini adalah bagaimana kita dapat mengintegrasikan berbagai cabang ilmu sosial dan humaniora untuk membangun pemahaman dan keharmonisan antar sesama. Paradigma integrasi muncul sebagai solusi penting untuk mengatasi perbedaan tersebut.

Pentingnya Paradigma Integrasi

Paradigma integrasi memungkinkan kita untuk memahami persoalan-persoalan sosial dari berbagai dimensi keilmuan, termasuk sosiologi, agama, dan filsafat, sehingga menghasilkan solusi yang holistik. Integrasi melibatkan penggabungan pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam membangun hubungan yang harmonis di tengah masyarakat yang majemuk. Paradigma ini penting karena membantu menyatukan ilmu-ilmu sosial-humaniora yang sebelumnya sering terpisah, sehingga memudahkan pemahaman dan solusi yang lebih komprehensif dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Cabang Ilmu dalam Paradigma Integrasi

1. Bayani (Argumen Teologis)

Cabang ini berfokus pada ayat-ayat al-Qur'an sebagai dasar referensi utama. Tafsir klasik seperti tafsir Ibnu Katsir memperlihatkan bahwa al-Qur'an memberikan petunjuk yang jelas dan tegas mengenai keragaman umat manusia, seperti pada QS. Al-Hujurat [49:13]. Tafsir modern, seperti tafsir Syekh Yusuf Qaradawi, menekankan bahwa keragaman budaya, bahasa, dan suku bangsa adalah keniscayaan yang harus disyukuri dan dikelola dengan prinsip saling mengenal dan menghormati.

Contoh penerapan Bayani:
Misalnya, dalam lingkungan kampus multikultural, ayat tersebut mengajarkan pentingnya membangun sikap saling menghargai dan mengenal perbedaan antar mahasiswa dari latar belakang yang beragam. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep ini dengan berinteraksi aktif dan tidak mendiskriminasi latar belakang suku, budaya, atau bahasa.

2. Burhani (Ilmiah dan Rasional)

Burhani berfokus pada pemahaman logis dan empiris. Dalam konteks kampus yang multikultural, konsep burhani bisa dilihat dari interaksi mahasiswa yang berbeda latar belakang, namun tetap saling bekerja sama dan berkolaborasi tanpa diskriminasi. Sebuah contoh konkret adalah bagaimana mahasiswa dari berbagai budaya bisa berkolaborasi dalam proyek penelitian atau organisasi kampus tanpa konflik, hanya karena mereka memahami pentingnya saling menghormati dan bekerja bersama.

Contoh penerapan Burhani:
Misalnya, saat mahasiswa berinteraksi dalam kelompok kerja atau proyek, mereka menggunakan prinsip saling berbagi, toleransi, dan komitmen untuk mencapai tujuan bersama, meski memiliki latar belakang yang berbeda. Mereka melihat perbedaan sebagai aset, bukan hambatan.

3. Irfani (Spiritual dan Inspiratif)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline