Lihat ke Halaman Asli

djarot tri wardhono

Menulis apa saja, berbagi dan ikut perbaiki negeri

Dian yang Tak Kunjung Padam

Diperbarui: 3 Maret 2021   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Hadirin dimohon berdiri”, suara MC memecahkan keheningan dan kesakralan wisuda. Dan tak lama, Rektor, Dewan Guru Besar dan Wali Amanah, memasuki ruang sidang wisuda. Proses pun dimulai. 

Paduan suara mahasiswa menggema dan mengalun merdu. Memberi warna elegan dengan suara sopran, alto, tenor dan bass yang membahana. Menambah hikmat. Para hadirin pun, ikut menyimak panduan pembuka. Pembacaan keputusan, sambutan rektor dan susunan acara lain, sambung menyambung. 

Acara demi acara, mulai bergulir sesuai panduan. Dan hingga tiba waktunya untuk kesempatan dipindah kuncir topi toga dan pemberian ijasah. Hingga aku mendengarkan nama yang tak asing bagiku. Namamu, asma lengkapmu. Apakah itu kamu? Ataukah hanya kesamaan nama? “Ah, mungkin sama nama”, dalam hatiku.

***

Tak terasa, ini waktu yang ditunggu-tunggu. Waktu wisuda. Waktu di mana segala lelah, semua usaha dalam menyelesaikan kuliah, seakan mencapai ujungnya. Sejak usai sidang ujian dan dinyatakan lulus pada tiga bulan silam, berbesar hati menunggu saatnya memakai toga.

Proses wisuda, pasti diawali dengan gladi yang diikuti semua wisudawan. Aku pun datang bersama kawan-kawan untuk mengikuti gladi ini. Wajah ceria dan bahagia, tampak, kupandang pada semua wisudawan. Raut muka kelegaan, tergambar di sana, tercermin dalam cerahnya dari masing-masing mereka. Tak terkecuali. Meski mereka belum berbusana rapi dan bersolek. Semua tampak jelas.

Dan keesokannya, waktu yang ditunggu tiba. Wisuda akan dimulai pukul sembilan, namun jam enam pun sudah tampak padat di lokasi seputaran gedung wisuda. Masing-masing wisudawan ditemani setidaknya satu orang, satu orang undangan yang boleh masuk ruang wisuda. 

Tapi, nyatanya, satu orang ditemani oleh dua-tiga bahkan lebih anggota keluarga. Mereka ingin ikut merasakan kegembiraan, sebagaimana aku juga mengalami rasa suka. Rasa plong. Lebih dua tahun, aku lebih sering berada di kampus. Anak isteri tetap nun jauh, beratus kilometer jaraknya. Dan setelah ini, kita kan bersama kembali. Pagi kembali, bersantap bersama di meja makan.

Suasana menunggu tak terasa lama, meski wisuda masih hampir dua jam lagi. Rasa happy membunuh kejenuhan menunggu. Beda dengan saat waktu menunggu waktu konsultasi penelitian. Hitungan menit pun, terasa lama. 

Rasa was-was menjadikan putaran detik ke detik seakan lambat. Waktu puluhan menit terlewatkan, sampai tibalah pengumuman, wisudawan diminta masuk ke hal wisuda. Dengan hening dan hikmat, para wisudawan jalan dengan gagah dan juga anggun, memasuki dan duduk di kursi wisudawan masing-masing.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline