Lihat ke Halaman Asli

Cucum Suminar

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Menjelajah Sejarah di Pulau Penyengat

Diperbarui: 11 Oktober 2017   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu situs yang banyak dikunjungi wisatawan di Pulau Penyengat. | Dokumentasi Pribadi

Hari sudah beranjak siang, saat saya dan rombongan famtrip Pemerintah Kota Tanjungpinang bertolak ke Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, pertengahan 2017 lalu. Matahari nyaris sudah berada tepat di atas kepala. Sinarnya memancar, berkilau keemasan.

Meski demikian, udara tidak begitu menyengat. Semilir angin khas daerah pesisir, ditambah hamparan air laut yang membentang, sukses membuat suasana tetap terasa nyaman. Saat menuju ke pulau tersebut, saya juga duduk dipinggir perahu. Sehingga, lebih leluasa menikmati embusan angin.

Deretan rumah di sekitar Pulau Penyengat. | Dokumentasi Pribadi

Apalagi selama 15 menit perjalanan Tanjungpinang-Pulau Penyengat tersebut, kami disuguhi pemandangan-pemandangan khas daerah pesisir. Deretan rumah yang dibangun diatas laut dengan cat warna-warni, perahu-perahu yang berlalu-lalang tiada henti, sukses membuat kami lupa akan teriknya sang mentari.

Apalagi setelah sampai, pulau kecil yang menjadi tempat asal-muasal Bahasa Indonesia tersebut juga ternyata ditumbuhi pohon-pohon yang lumayan rimbun. Sehingga, sinar matahari tidak begitu menusuk kulit. Pohon-pohon tersebut tumbuh dihampir sepanjang jalan yang kami lalui.

Makam Engku Putri. | Dokumentasi Pribadi

Ziarah ke Makam Para Raja

Saat kami sampai di pintu utama Pulau Penyengat, deretan becak motor (bentor) khas Pulau Penyengat sudah menunggu. Setiap dua orang dari kami bergegas naik ke becak tersebut untuk berkeliling pulau yang luasanya hanya sekitar 2 km2. Tujuan pertama kami adalah Gudang Mesiu.

Sesuai dengan namanya, bangunan tersebut dulu merupakan tempat untuk menyimpan obat bedil, atau mesiu. Bangunan berwarna kuning-hijau itu tidak begitu besar, namun memang memiliki susunan bangunan yang unik --dindingnya sangat tebal, kemudian dilengkapi dengan kubah bertingkat dan jendela yang diberi jeruji besi.

Gudang Mesiu. | Dokumentasi Pribadi

Meski bukan destinasi wisata utama di Pulau Penyengat, Gudang Mesiu dipilih pertama kali untuk dikunjungi karena jaraknya yang sedikit lebih jauh dari gerbang masuk utama. Selain itu, berdekatan dengan Komplek Makam Raja Abdurrahman. Raja yang memerintah dari 1832 hingga 1844 dan memiliki gelar Yang Dipertuan Muda Riau VII.

Pada areal pemakaman tersebut, ada sekitar 50 makam. Selain makam Raja Abdurrahman --yang membangun masjid di Pulau Penyengat secara permanen, juga ada makam para anggota keluarga dan penasihat kerajaan. Meski berbaur antara makam laki-laki dan perempuan, namun tetap bisa dibedakan melalui bentuk batu nisan. Batu nisan bulat untuk makam laki-laki, dan yang pipih untuk makam perempuan.

Juru kunci makam, Supandi, mengatakan, Komplek Makam Raja Abdurrahman merupakan lokasi yang selalu dikunjungi oleh para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Penyengat. Baik wisatawan nusantara, maupun wisatawan mancanegera --terutama wisatawan dari Malaysia dan Singapura yang memang sejarahnya bertalian erat.

Makam Raja Abdurrahman. | Dokumentasi Pribadi

Ia melanjutkan, ziarah makam merupakan salah satu kegiatan favorit para wisatawan di Pulau Penyengat. Apalagi selain makam Raja Abdurrahman, di pulau tersebut juga ada makam Raja Hamidah atau Engku Putri, permaisuri yang mendapat mahar Pulau Penyengat dari sang suami, Sultan Mahmud Shah III Riau-Lingga.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline