Warisan Ojong yang Terlupakan
PK Ojong, salah satu pendiri Kompas, memulai rubrik yang kemudian dikenal sebagai Kompasiana pada 2 April 1966. Rubrik ini ditulis langsung olehnya dan menampilkan tulisan-tulisan yang reflektif dan kritis.
Dalam rubrik tersebut, Ojong menulis tentang kehidupan sehari-hari, kebiasaan membaca, hingga isu sosial-politik yang berkembang pada masa itu.
Rubrik Kompasiana menjadi cerminan semangat Ojong: menjaga ruang bagi refleksi kritis, pemikiran independen, dan opini yang jujur. Meskipun disajikan dalam format kolom harian, ia mengedepankan keberanian intelektual sebagai prinsip dasar.
Ini menjadi laboratorium bagi Ojong untuk mengembangkan gagasan yang autentik, di mana keberanian menulis sungguh dihargai.
Namun, pada 22 Februari 1971, Ojong menghentikan rubrik ini, sebagian karena tekanan politik yang membatasi kebebasan pers.
Keputusan ini menegaskan komitmen Ojong terhadap integritas jurnalistik dan kebebasan berpendapat, bahkan ketika ia harus menyingkirkan dirinya sendiri dari ruang publik yang ia ciptakan.
Warisan moral yang ditinggalkan Ojong dalam rubrik Kompasiana seharusnya menjadi pedoman bagi generasi penerus. Namun, semangat kebebasan ini mulai memudar ketika platform digital modern mengambil alih nama tersebut.
Ruang yang dulunya eksperimental dan kritis kini menghadapi tekanan institusional dan digital yang mengucilkan keberanian menulis.
Untuk menghormati warisan Ojong, Kompasiana perlu kembali menegakkan prinsip keberanian intelektual: menyediakan ruang yang adil bagi tulisan-tulisan kritis dan reflektif yang menantang arus utama tanpa takut terhadap konsekuensi administratif atau reputasi institusi.