Lihat ke Halaman Asli

Hamdani

TERVERIFIKASI

Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Bank Digital Sekadar Mengikuti Tren atau Kebutuhan?

Diperbarui: 27 Oktober 2021   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas

Sebutan Bank digital sepintas terkesan lebih keren, canggih, dan menarik, jika dilihat dari sekedar istilah. Entah karena latah teknologi sehingga lahir bank digital atau karena ada permintaan pasar mendesak yang harus segera diisi.

Secara definisi bank digital bisa disebut sebagai lembaga berbadan hukum yang menyediakan jasa dan menjalankan kegiatan usaha melalui saluran elektronik (internet) tanpa kantor fisik atau memiliki kantor fisik yang terbatas.

Kehadiran bank digital ditengah derasnya arus digitalisasi dunia memang dirasa wajar saja. Namanya kreativitas bisnis memungkinkan setiap orang untuk melahirkan ide-ide baru termasuk di ranah perbankan.

Akan tetapi masyarakat Indonesia pada umumnya saat ini hanya mengenal bank seperti yang ada sesuai dengan titah Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. Sejauh yang saya tahu, bank digital tidak dikenal dalam undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Bank.

Didalam undang-undang tersebut bank sebagai lembaga usaha yang menghimpun dana masyarakat hanya ada Bank Umum (BU) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), baik pola konvensional maupun syariah. Tidak terdapat pasal mengenai bank digital.

Namun jika yang dimaksud dengan bank digital hanya permodelan saja tanpa ada perbedaan dengan bank yang dimaksud pada UU Bank, maka hal itu tidak jadi soal. Sebab tanpa mengubah bentuk bank.

Artinya bank digital hanya sebuah nama saja atau brand. Sedangkan dalam praktik operasional dan persyaratan yang harus dipenuhi mengacu kepada undang-undang. Hal ini penting untuk diperhatikan, mengingat fungsi bank adalah menghimpun dana masyarakat.

Perbankan sebagai sebuah institusi publik yang dilahirkan berdasarkan aturan pemerintah memiliki tempat, kedudukan, dan standar operasional prosedur yang jelas. Oleh karena ini soal kepercayaan masyarakat. Ingat! Bank adalah menjual kepercayaan.

Lantas bagaimana bisa dipercaya jika kantornya saja tidak jelas ada dimana. Atau kantor bank digital tersebut hanya di dunia maya (alam abstrak). Apakah cukup kredibel untuk kita simpan uang kita? Apakah jika internet dan perangkat digitalnya mati, bank masih menjamin uang kita aman?

Karena itu menurut saya bank digital masih sebatas ikuti tren "latah digital", meski masyarakat saat ini membutuhkan layanan digital tetapi bukan berarti bank digital alam maya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline