Lihat ke Halaman Asli

Konsepsi "Cah Angon" Untuk Kepemimpinan Nasional

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika kita pernah mendengar lagu “lir ilir” karya Raden Said atau yang terkenal dengan panggilan Sunan Kalijaga, maka otomatis kita akan mendengar dari penggalan syairnya yaitu “cah angon.. cah angon.. penekno blimbing kuwi.. lunyu lunyu penekno”. Sungguh begitu dalam makna penggalan bait tersebut ketika kita mampu menggali apa yang secara tersirat dilantunkan oleh Sunan Kalijaga. Entah bagaimana tiap orang menafsirkan tentang lirik “cah angon”, namun secara umum kata cah angon adalah penamaan bagi seorang pemimpin. Di leterarur manapun yang pernah berbicara mengenai makna lagu lir ilir, tidak ada satupun yang menjelaskan bahwa cah angon itu adalah sebutan untuk seorang Jendral, sastrawan, ilmuwan dan tokoh agama.

Dan kata – kata penekno blimbing kuwi merupakan terjemahan, bahwa cah angon harus memanjat sebuah pohon blimbing yang berkikir lima. Lima bisa saja diartikan rukun Islam dan lima juga bisa dimaknai sebagai lima butir pancasila. Terserah makna apa saja yang berbicara mengenai lima. Penekanannya adalah yang memanjat pohon itu harus cah angon. Cah (bocah,red) bisa saja diartikan seorang profesor,ilmuwan, seniman dan PNS. Apapun deskriptif kita mengenai bocah, yang terpenting ia memiliki daya angon (menggembala). Seorang pemimpin haruslah mempunyai sifat menggembala atau merangkul semua pihak yang berbeda – beda. Memiliki karakter untuk bermesraan antar individu bahkan seluruh masyarakat Indonesia. Demi terwujudnya kedamaian yang mampu diterima oleh semua golongan apapun, warna apapun dan agama manapun. Konsep cah angon disini bukan gelar untuk tokoh agama atau tokoh golongan tetapi pemimpin nasional yang berdiri diatas semua golongan.

Krisis kepemimpinan yang melanda bangsa ini takkan pernah ada habisnya. Jika semua unsur golongan masih saja mengutamakan kepentingannya masing – masing. Bangsa ini sedang berusaha mencari sosok pemimpin yang dipandang mampu meletakkan dirinya kepada semua kepentingan untuk mewujudkan peradaban masyarakat adil dan makmur. Definisi adil dan makmur bersifat luas, tergantung golongan mana yang mengartikan cita – cita kedua hal tersebut. Yang paling penting mereka sama – sama meletakkan Indonesia pada kepentingan yang utama. Berdasarkan kesatuan dan toleransi untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Tentunya mewujudkan bangsa yang besar bukan hal yang mudah, tatanan masyarakat yang sudah lebih cerdas dalam bersikap dan menentukkan arah hidupnya sendiri terkait kedaulatan dirinya. Kedaulatan itu adalah kemandirian berfikir dan bertindak. Tak bisa dipungkiri masyarakat kita telah membentuk sebuah konsepsi ekosistem yang tidak terlalu menggantungkan hidupnya kepada pemerintah. Munculnya komunitas menjadi jawaban jika masyarakat kita akan membendung faham mengeluh dan terlalu berharap atas keadaan bangsa yang makin tidak menentu.

Pertanyaannya, apakah cah angon akan muncul dari ekosistem – ekosistem yang berkembang secara massif didalam masyarakat kita? Bisa saja itu terjadi. Karena mereka lebih bebas dalam menentukan sebuah konsep masyarakat adil dan makmur. Cita – cita yang akan terwujud atas keresahan mereka terhadap apa yang menimpa bangsanya. Semoga krisis kepemimpinan semoga terjawab dengan segera. Dan Indonesia akan benar – benar menjadi bangsa besar, bangsa yang akan menjadi contoh bangsa lain dan bangsa yang berdaulat atas rakyatnya tanpa campur tangan bangsa lain. Insya Allah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline