Lihat ke Halaman Asli

Bung Ara Adalah Anugerah Buat Sumut

Diperbarui: 12 September 2016   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah Ahok Djarot ditetapkan Bu Mega menjadi pasangan tetap PDIP, tensi pilkada DKI langsung turun. Ketegangan menurun drastis. Puncak kompetisi berakhir sudah. Tarik menarik, gosok menggosok, tekan menekan, tikung menelikung antara 10 partai yang memiliki kursi di DPRD DKI berakhir. Tinggal dua kekuatan utama head to head. PDIP, Nasdem, Golkar, Hanura vs Gerindra, PKS plus.

Netizen asal Sumut yang selama ini menjadi netizen paling militan mendukung Ahok mulai tenang dan dingin. Tidak ada lagi wajah garang beraroma mengancam nakut nakuti, membully seperti selama ini menghiasi timeline kita .

Sebagian teman2 asal Sumut memandang Pilkada DKI sudah usai. Mereka malah tertarik agar saya dan teman2 lain seperti Bung Denny Siregar mau turun gunung mencari sosok calon pemimpin Sumut.

Sumut dengan 33 Kabupaten Kota tentu menarik untuk dipikirkan. Selama dua periode PKS jawara di Sumut. Kader PKS menguasai Sumut. Atmosfir politik Sumut berubah drastis setelah PKS menguasai sendi sendi pemerintahan Pemprov Sumut.

Setelah Gubernur Gatot Pudjo Nugroho, kader utama PKS terkena kasus suap korupsi, peta pertarungan politik di Sumut langsung berubah. PKS terkena tulah. Mengaku partai bersih dan jujur, yang terjadi malah sebaliknya. Citranya habis dimakan kelakuan busuk Gatot dan istri muda Gatot.

Sayangnya, sampai saat ini belum nampak sosok calon pemimpin Sumut yang punya citra kuat berkarakter. Publik melihat apatisme orang Sumut atas politik sdh pada titik nadir. Bayangkan Pilwako Medan kemarin hanya 20an persen saja pemilih menggunakan hak suaranya.

Korupsi gila gilaan. Hampir semua anggota DPRD Sumut masuk penjara. Dari Ketua hingga anggota semuanya bermasalah.

Budaya politik Sumut memang sangat berbeda dgn daerah lain. Meski egaliter, namun segragasi simbol simbol kesukuan, agama dan aliran politik masih dominan di benak masyarakat Sumut.

Jangan heran, kimiawi pragmatisme plus primordialisme menjadi unsur paling kuat mencengkeram perpolitikan Sumut.

Jika sudah begini, adakah jalan keluarnya?

Entahlah, sepertinya saya kok skeptis dan pesimis ya melihat kondisi Sumut yang semakin buram masa depannya . Gambaran saya belum melihat adanya sosok karakter kepemimpinan yang membebaskan Sumut dari perampokan penggarong, preman politik dan intoleransi relasi sosial yang semakin mengkhawatirkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline