Lihat ke Halaman Asli

Bergman Siahaan

TERVERIFIKASI

Public Policy Analyst

Mengapa Kurva Covid-19 Indonesia Masih "Naik-naik ke Puncak Gunung"?

Diperbarui: 6 Oktober 2020   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga melintas di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di Petamburan, Jakarta, Rabu (16/9/2020). | Sumber: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

Pandemi COVID-19 masih mengguncang dunia. Beberapa negara telah berhasil menurunkan kurva kasus mereka sementara kurva Indonesia masih "naik-naik ke puncak gunung". 

Mengenai cara negara-negara lain yang berhasil menekan penyebaran COVID-19, penulis telah merangkumnya di artikel lain berjudul Bagaimana Negara-negara Lain Turunkan Kasus COVID-19?

Dalam keresahan, sebagian masyarakat lantas mengarahkan tudingan pada pemerintah. Kondisi ini mirip dengan cerita klasik dimana pasangan suami-isteri cekcok gara-gara melihat kemapanan tetangga sebelah.

Mereka pun saling menyalahkan tanpa menghiraukan kondisi mereka yang berbeda dengan tetangga tersebut. Akhirnya pasangan itu sepakat untuk mencari tahu langkah-langkah apa yang harus dilakukan agar bisa menyusul kemapanan tetangga sebelah.

Tujuh langkah tepat menangani COVID-19

Berdasarkan hasil analisis kebijakan berbagai negara-negara yang dianggap berhasil menekan penyebaran COVID-19, Gavi--aliansi vaksin internasional--merangkum tujuh langkah tepat dalam penanganan COVID-19. Ketujuh langkah tersebut adalah:

  1. jaga jarak,
  2. pelacakan riwayat kontak,
  3. tes,
  4. kapasitas rumah sakit,
  5. ketersediaan ADP (Alat Pelindung Diri),
  6. pesan yang jelas, dan
  7. tindakan cepat.

Mengapa lockdown tidak termasuk dalam tujuh langkah tepat di atas? Mungkin jawabannya ada pada uraian di bawah ini.

Kurva kasus COVID-19 Indonesia (Sumber: endcoronavirus.org)

Apa yang dilakukan Indonesia?

Jika mengacu pada ketujuh langkah di atas, manakah yang tidak dilakukan Indonesia? Relatif semuanya sudah dilakukan. Lalu mengapa kurva Indonesia masih menanjak? Berikut perbedaan yang penulis lihat di lapangan.

Jaga jarak

Kesulitan penerapan jaga jarak di Indonesia berhubungan dengan kepadatan penduduk. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan lainnya kesulitan menerapkan jaga jarak 1-2 meter di ruang-ruang publik seperti di angkutan umum, bank, pasar atau di jalanan.

Bandingkan kepadatan penduduk Jakarta (15.938/km2) atau Surabaya (8.233/km2) atau Medan (8.544/km2) dengan Kota Auckland di Selandia Baru yang hanya 2,400/km2 atau Bandar Seri Begawan di Brunei Darussalam dengan 1,003/km2. 

Tak heran jika Kota Dehli di India (11,312/km2) dan New York di AS (10,716.36/km2) juga mengalami kesulitan yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline