Lihat ke Halaman Asli

Benny Eko Supriyanto

TERVERIFIKASI

Aparatur Sipil Negara (ASN)

APBN dan Hilirisasi: Meningkatkan Nilai Tambah Ekonomi Lewat Insentif dan Disinsentif Fiskal

Diperbarui: 8 Mei 2025   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) di Kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Desa Lelilef, kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, Minggu (7/7/2024).(ANTARA/Andri Saputra) -https://mediaindonesia.com

Dalam beberapa tahun terakhir, kata "hilirisasi" kian nyaring terdengar dalam setiap pidato pejabat publik, dokumen perencanaan pembangunan, hingga berita-berita ekonomi. Hilirisasi bukan sekadar jargon politik, melainkan sebuah strategi yang menempatkan Indonesia pada jalur transformasi ekonomi, dari sekadar pengekspor bahan mentah menjadi penghasil produk bernilai tambah tinggi. Di balik ambisi besar ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memainkan peran krusial, terutama melalui kebijakan fiskal berupa insentif perpajakan, kepabeanan, serta pemberlakuan disinsentif untuk komoditas tertentu demi kepentingan nasional.

Mengapa Hilirisasi Penting?

Indonesia selama puluhan tahun terjebak dalam "kutukan sumber daya alam". Kita kaya akan tambang, hutan, dan hasil bumi, tetapi nilai tambah ekonomi lebih banyak dinikmati negara lain yang mengolah bahan mentah kita menjadi produk akhir. Contohnya, nikel diekspor sebagai ore, tetapi kembali ke Indonesia dalam bentuk baja tahan karat dengan harga berkali lipat. Hilirisasi berupaya memutus mata rantai ini dengan mendorong industri pengolahan di dalam negeri.

Di sinilah APBN hadir sebagai katalisator. Lewat instrumen fiskal, pemerintah memberikan insentif pajak seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk untuk mesin dan barang modal, serta kemudahan fasilitas kepabeanan lainnya. Semua ini bertujuan menarik investor menanamkan modalnya dalam sektor hilirisasi.

Insentif Fiskal: Dorongan bagi Industri

Data Kementerian Investasi menunjukkan, pemberian tax holiday telah berhasil menarik investasi di sektor smelter nikel, tembaga, dan bauksit. Pabrik-pabrik pengolahan mulai bermunculan di Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan, menciptakan lapangan kerja baru dan mendongkrak penerimaan negara dari ekspor produk hilir.

Selain itu, fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) juga mempermudah pelaku usaha memperoleh mesin berteknologi tinggi untuk menunjang proses hilirisasi. Ini penting, karena teknologi memegang kunci efisiensi dan daya saing.

Namun, insentif tidak hanya soal keringanan pajak. Perbaikan infrastruktur, kepastian hukum, hingga penyederhanaan perizinan juga bagian dari insentif non-fiskal yang turut dianggarkan melalui APBN.

Disinsentif untuk Melindungi Kepentingan Nasional

Di sisi lain, APBN juga berperan sebagai alat untuk mengendalikan ekspor komoditas mentah lewat kebijakan disinsentif fiskal. Pemerintah, misalnya, mengenakan bea keluar atau bahkan melarang ekspor bijih nikel sejak 2020. Kebijakan ini sempat menuai gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), tetapi Indonesia tetap bergeming dengan argumen pembangunan nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline