Lihat ke Halaman Asli

Benito Rio AviantoMr.

Dosen MK Statistika, Ekonomi indonesia, Metodologi Penelitian, & Metode Penelitian Kuantitatif, dan Sesundaan

Skandal Memalukan yang Disangkal: Saat Malaysia gagal Bercermin dan Menjadikan Indonesia sebagai Kambing Hitam

Diperbarui: 8 Oktober 2025   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Skandal Memalukan yang Disangkal: Saat Malaysia Gagal Bercermin dari Cermin Sendiri dan Menjadikan Indonesia sebagai Kambing Hitam

Oleh: Benito Rio Avianto

Analis Kebijakan Ahli Madya

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Di tengah sorotan dunia terhadap sanksi FIFA atas kasus pemalsuan dokumen pemain naturalisasi, Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) memilih jalur lama yang sudah akrab di telinga publik Asia Tenggara: mencari kambing hitam.
Alih-alih melakukan introspeksi atas kesalahan administratif dan moral yang telah terbukti, sejumlah pihak di Malaysia justru menuding pihak luar---terutama Indonesia---sebagai dalang yang "memperkeruh suasana."

Respons semacam ini bukan hal baru. Dalam banyak momen krisis, sebagian pejabat atau warganet Malaysia kerap menggunakan retorika "konspirasi luar" untuk menutupi kelemahan sendiri. Namun kali ini, dunia tidak lagi melihat retorika, melainkan bukti konkret yang berbicara lebih keras dari narasi.

Ketika Fakta Tak Bisa Disangkal

FIFA sudah menyampaikan temuan dengan bahasa yang sangat jelas: FAM terbukti melanggar Pasal 22 Kode Disiplin FIFA karena menggunakan dokumen palsu untuk menurunkan tujuh pemain dalam laga resmi internasional.
Seluruh pemain dijatuhi sanksi larangan bermain selama 12 bulan, sementara FAM sendiri harus membayar denda besar sebesar CHF 350.000.

Namun, alih-alih menerima kenyataan, sebagian media Malaysia justru menggiring opini bahwa laporan pelanggaran tersebut "dipicu oleh pihak luar", seolah dunia sepak bola internasional beroperasi dengan agenda politik kawasan.
Sikap defensif ini memperlihatkan ketidakmatangan dalam tata kelola dan tanggung jawab kelembagaan.

FIFA bukanlah lembaga yang bergerak berdasarkan desas-desus, melainkan organisasi global dengan sistem investigasi digital berbasis blockchain verification dan AI identity tracking. Artinya, apa yang disimpulkan telah melalui proses forensik data yang objektif---jauh dari intrik antarnegara yang sering dijadikan alasan oleh pihak yang enggan mengakui kesalahan.

Kambing Hitam dan Krisis Kepercayaan Publik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline