Lihat ke Halaman Asli

Belfin P.S.

Pecinta Kompas dan Penulis yang Bahagia

Kepo? Boleh Ga?

Diperbarui: 14 Juni 2022   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Inspired by Ps. Abednego A.

Siapa sih zaman sekarang ini yang tidak ingin kepo dengan hal-hal yang terjadi di sekeliling kita? Saya rasa, semua orang yang memiliki gawai alias handphone yang sudah terkoneksi dengan jaringan internet pasti kepo dengan apa saja yang tersuguhkan di tangan mereka. Bahkan, mungkin bukan karena faktor gawai juga, tapi bisa jadi dari sononya kita sudah dianugerahi kepo ini.

Menurut saya, fenomena kepo ini tidak terjadi begitu saja. Di zaman sekarang, kepo ini malah difasilitasi. Semua ini bermula dari media sosial dan media massa online yang rajin memposting peristiwa viral yang sedang terjadi dan bahkan tidak jarang menawarkan penggunanya untuk mengaktifkan fitur notifikasi supaya menerima postingan terbaru. 

Fenomena ini pun menjadi tak terelakkan karena derasnya arus informasi dan koneksi antarmanusia via internet, akun sosial, dan lain-lain. Cepatnya arus informasi dan koneksi ini menjadi dilema tersendiri. Ketika kita membuka handphone, mengeklik notifikasi, membuka media sosial, mem-follow begitu banyak akun, membaca postingan dan status orang lain, serta hal-hal lain yang seharusnya tidak perlu kita tahu, akhirnya menjadi tahu. 

Akibatnya, karena sudah menjadi kebiasaan yang bersifat auto-pilot, kebiasaan kepo ini pun menjadi satu tren tersendiri di zaman sekarang. Saking seringnya kata ini muncul, kata ini pun akhirnya dibakukan di KBBI, sah menjadi kata baku yang dipercaya memiliki arti tersendiri, khususnya di kalangan anak muda. 

Memang tidak bisa dipungkiri kalau fenomena kepo ini menghadirkan dua sisi mata uang. Selain kepo, satu fenomena lain yang hadir bersamaan adalah munculnya istilah FOMO alias fear of missing out

Ini adalah kebalikan dari kepo yakni kekhawatiran akan ketinggalan berita dan tidak mengetahui apa-apa. Ketika seseorang tidak kepo dan tidak mengetahui apa-apa, ada peer pressure, menjadi asing, dan tidak gaul. Kehilangan informasi sama artinya tidak terhubung dan dianggap tidak mengikuti tren. Jadi, menjadi kepo masih ada baiknya ketimbang menjadi FOMO

Asal Usul Kata Kepo

Kalau ditelusuri dari sejarahnya, kata kepo berasal dari dua bahasa yaitu Inggris dan Cina. Dalam bahasa Inggris, kepo merupakan singkatan dari knowing every particular object yang artinya mengetahui hal-hal yang paling kecil atau spesifik. 

Dalam bahasa Cina, secara arti literal, kepo berasal dari kata kaypoh berarti really curious atau sangat penasaran. Dengan kata lain, kepo kurang lebih memiliki arti yang sama yaitu orang yang pingin ikut campur masalah orang lain karena rasa penasaran yang tinggi. 

Bolehkah Menjadi Kepo?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline