Lihat ke Halaman Asli

Hai Munafik, Keluarkanlah Dahulu Balok dari Matamu!

Diperbarui: 21 Juni 2021   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Senin 21 Juni   2021

Mat 7:1 Dalam khotbah di bukit, Yesus bersabda "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. 3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. 5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."

Renungan

Surat Buat Tuhan, EsBeTe. Adalah tindakan reflektif peserta didik, menuliskan pengalaman belajar di sekolah sebagai orang beriman, tiga menit menjelang usai pembelajaran. Mereka diajak hening, melihat perjalanan hidupnya selama di sekolah. Lewat apa dan siapa saja, mereka mengalami pencerdasan, pemerdekaan, pendewasaan dan pemanusiaan. Pengalaman pertumbuhan pemekaran di sekolah diiklimkan untuk dilihat dan  dihayati sebagai pengalaman perjumpaan dengan Allah. 

Pengalaman berharga yang perlu diabadikan lewat tulisan. Pembuatan EsBeTe sejatinya merupakan tindakan mengabadikan pengalaman pergaulan dengan Allah dalam keseharian kehidupan sekolah. Lewat EsBeTe disemaikan sikap reflektif, yang pada saatnya banyak orang, terlebih mereka sendirilah  akan memetik dan merasakan buahnya di masa depan.

Bacaan Injil hari ini, menarasikan sikap reflektif yang mesti menjadi gaya hidup komunitas murid-murid Yesus. Sikap suka menengok, melihat ke dalam sebelum bicara, berujar, nyinyir, bermulut besar hoaks tidak benar Sikap suka mempertanyakan mengkritisi kualitas hidup diri sendiri daripada suka mengadili dan memvonis kesalahan, kelemahan dan kejahatan orang lain. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."

Secara tak sengaja hari Kamis kemarin saat menghantar ibu mertua "nyekar",  ziarah kubur bapak mertua, ketemu mantan murid. Dia jadi tentara. Dia sharing pengalaman saat dulu bertugas di Timtim. Menurut sharingnya, ia begitu dicintai pastor dan suster di sana. Ia diperlakukan dengan istimewa. Kerap diundang makan bersama, atau dikirim berbagai makanan. 

Pastor dan suster di sana merasa kagum dan heran dengannya, sebagai seorang muslim kok dapat berdoa Bapa kami dan Salam Maria dengan fasih, baik dan lancar. Ia sharingkan selama jadi tentara belum pernah ia membunuh. Suatu saat ada seorang pengacau keamanan tertangkap tangan. Si pengacau ini minta kesempatan kepadanya untuk berdoa terlebih dahulu sebelum dihabisinya. Ia beri kesempatan. Si pengacau ini berdoa 1 x Bapa Kami dan 3 x Salam Maria. Selesai berdoa, si pengacau ini dirangkulnya. 

Tidak dihabisinya, tapi dimintanya supaya bertobat kembali ke jalan yang benar. Si pengacau ini dilepaskan. Dia bisikkan "Tuhan mengirimkan saya untuk anda. Tuhan masih sayang, hiduplah dengan damai Tuhan, Jangan ikuti jalan sesat" Si pengacau ini menangis sejadi-jadinya. Sebab mendapat rahmat tak terduga, belum tamat riwayatnya. Mantan murid yang memiliki kemampuan pengendalian diri begitu mengagumkan. Ia sudah berhasil "mengeluarkan dahulu balok dari matanya, maka ia  dapat melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaranya."

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagaimana kehidupan diri? Sukakah berefleksi, mengkritisi diri sendiri? Ataukah lebih banyak mencari-cari mengkoreksi kesalahan, kelemahan dan kejahatan liyan, menghidupi ujaran  di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak? Pengampunankah yang kerap ditawarkan? Ataukah pengadilan, penghukuman, penghakiman?

Yang terukur dan terkendali, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, dan jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Refleksif




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline