Lihat ke Halaman Asli

Band

TERVERIFIKASI

Let There Be Love

Final "Copa America": Tango dan Samba di Persimpangan Jalan

Diperbarui: 11 Juli 2021   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemain Brasil Neymar dan pemain Argentina Lionel Messi dalam pertandingan final Copa America 2021. REUTERS/Ricardo Moraes. Sumber:tempo.com

Turun dengan formasi 4-2-3-1 Brasil bermain aman dengan lima di tengah, yang fleksibel untuk serangan dan bertahan. Dua bek tengah dan dua gelandang bertahan sangat menentukan pertahanan, juga menopang kestabilan di tengah. Jumlah empat baris posisi juga menandakan bahwa Brasil tidak mau keteteran ke bentuk bertahan. 

Sayang striker Richarliston seperti macet, mungkin karena Neymar terlalu rapat dikawal dan kerap dijungkalkan oleh trio gelandang besi Argentina, De Paul, Paredes dan Le Celso yang menguasai lini tengah dengan ruang dan waktu yang pas, mengunci lompatan lawan.

Argentina turun dengan formasi tua dan paling sederhana 4-4-2, menandakan bahwa delapan orang sudah menghadang lawan di tengah, keuntungan pelebaran lapangan dan posisi yang sudah solid mengisi penuh lini, tanpa perlu banyak berubah posisi. Menarik kali ini 'La Albiceleste' menempatkan Di Maria di gelandang kanan yang memiliki lisensi keluar dari baris empat gelandang dengan kecepatannya. 

Inilah yang melahirkan 'juggling' kaki kirinya sambil berlari menusuk ruang kosong yang di tinggal 'full back' Renan Lodi. Menyambut umpan panjang dari Rodrigo De Paul yang langsung mendarat di kaki Maria.

Kekalahan pasukan Neymar sudah terdeteksi dari pertengahan laga, bahwa formasi Argentina lebih disiplin dan terstruktur dengan 'chemistry' Messi-Di Maria-Lautaro. Agresi tanpa bola Argentina membuat 'box-to'box' Brasil tidak bekerja baik, banyak 'passing' yang gagal sehingga kesulitan menyentuh kotak penalti Martinez.

Seharusnya pertandingan ini menarik, tetapi terlalu banyak pelanggaran dan 'diving' sehingga seperti menonton sinetron yang keputus-putus iklan. Banyak energi dua arah tetapi tidak ada tim yang benar-benar berhasil memasuki kotak berbahaya. Harapan energi Conmebol yang sudah terbangun dari babak sebelumnya, menjadi antiklimaks dalam final ini.

Pelanggaran keras sudah terjadi 3 menit setelah peluit awal dimana gelandang bertahan Fred menahan 'full back' Monteil dengan paku bawah sepatunya, dan wasit menarik kartu kuningnya.

Penguasaan sejajar belakang Argentina juga sering menangkap 'offside' pemain Brasil, yang kerap melambungkan bola ke depan.
Brasil hampir kehilangan 'Samba Sway', menjadi seperti budaya bola Eropa yang tanggung, sedangkan Argentina menandai sejarah sepakbola 'Tango' mereka dengan pelanggaran taktis dengan indikasi fisik yang kasar, terutama dalam penebasan untuk menghentikan Neymar.

Gol semata wayang Angel Di Maria yang cantik kali ini cukup menghentikan 'Selecao' dengan kekalahan 'Copa America' pertama di kandang sendiri sejak kekalahan 1-0 dari Paraguay di 1949.

Di laga ini pula, terlihat si nomor 10 'El Diez' yang disandang Lionel Messi bukanlah titisan 'dewa' nomor 10, Diego Maradona, Ariel Ortega maupun Juan Roman Riquelme. Terjadi momen pada menit ke-89 ketika Messi yang merdeka berhadapan dekat dengan kiper Martinez tiba-tiba tersandung ke tanah, enggak ada angin, enggak ada hujan. Sehingga bola mudah dipungut sang kiper.

 Argentina sendiri memenangkan gelar besar pertama mereka sejak 1993 dan Lionel Messi akhirnya mengangkat trofi besar pertamanya untuk tim nasional. Performa Messi di final tidak semenarik pertandingan sebelumnya, dimana dia mencetak empat goal dan lima assist.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline