[caption caption=""Show room" mebel kaki lima di Jalan Osamaliki (foto: bamset)"][/caption]Bagi orang yang berumah tangga, bisa dipastikan membutuhkan mebel sebagai pelengkap tempat tinggal. Yang jadi masalah, bagaimana bila dananya cekak? Kalau hal itu terjadi di Kota Salatiga, jangan khawatir. Pasalnya, dengan anggaran kurang dari Rp 6 juta, anda bisa mendapatkan perabotan lengkap.
Benar, dengan uang sekitar Rp 6 juta, bila dibelanjakan ke “showroom” mebel kaki lima yang terletak di Jalan Osamaliki, Kota Salatiga, maka kita bisa memperoleh seperangkat kursi tamu seharga Rp 1 jutaan, lemari besar Rp 1 jutaan, lemari kecil Rp 170 ribu, rak sepatu Rp 150 ribu,rak piring Rp 150 ribu, kursi anak- anak Rp 50 ribu, meja makan berikut kursi Rp 1 juta hingga ranjang yang harganya 1 jutaan. Tergantung kepiawaian kita dalam menawar, bila ulet negoisasinya mungkin mampu mendapatkan harga lebih miring.
Bandingkan saja dengan mebel-mebel yang dipajang di toko mau pun showroom beneran, mungkin dengan anggaran Rp 6 juta paling banter hanya mampu mendapatkan satu stel kursi tamu. Semisal mau ambil yang murah, maksimal bisa ditambah satu lemari kecil. Ya harap maklum, namanya mebel kaki lima, otomatis konsumennya juga golongan bawah. “Ini yang dinamakan mebel rakyat dengan harga merakyat pak,” kata Dori (60) yang sudah puluhan tahun membuka bisnis kaki lima ini.
[caption caption="Dori tengah melayani calon konsumennya (foto: bamset)"]
[/caption]Sebagai “pengusaha” kaki lima, penampilan Dori tak seperti para pemilik toko mebel yang senantiasa perlente. Ia biasa mengenakan kaos dan celana pendek (kolor), pasalnya, selain menjadi juragan, dirinya juga merangkap buruh.Dari mulai melayani calon pembeli, mengangkat mebel hingga memperbaiki sekaligus melakukan finishing dirangkapnya. “ Untuk mebel jadi, ongkos peliturnya tambah Rp 50 ribu,” jelasnya.
Dori memang menjual mebel dalam bentuk mentah alias belum difinishing, hal ini dimaksudkan agar konsumen bisa menentukan seleranya sendiri. Nantinya akan dipelitur atau dicat. Terkait soal harga, kendati Dori mempunyai patokan, namun biasanya transaksi berlangsung alot. Terlebih lagi bila konsumennya mahasiswa, tak pelak pergerakan penawaran naiknya bisa mencapai Rp 10 ribu-Rp 20 ribu.
Berbahan Baku Limbah
Seperti galibnya usaha kaki lima lainnya, mebel yang dikelola Dori juga tak mempunyai papan nama. Berbagai barang hanya tergeletak di teras rumah kosong dan di atas trotoar. Begitu pun ketika melakukan finishing, Dori mengerjakannya di pinggir jalan raya sehingga kolaborasi pelitur dengan asap knalpot mampu menghasilkan mebel yang seadanya. “ Lha mau gimana lagi pak, wong tempatnya memang tidak ada,” tukasnya.
[caption caption="Lemari kecil yang sudah dipelitur (foto; bamset)"]
[/caption]Mebel- mebel yang dijajakan Dori, sebenarnya berbahan limbah kayu merbau (kayu Kalimantan) bercampur jati. Kendati berasal dari limbah, tetapi berkat tangan- tangan terampil, mebel yang dihasilkan cukup lumayan. Terlebih lagi bila finishingnya bagus, maka wujutnya mampu bersanding dengan produk mebel buatan pabrik besar.
Dengan pangsa pasar golongan bawah dan anak-anak kos, harga mebel buatan Dori memang sangat merakyat. Berkaitan hal tersebut, sampai kapan pun ia tak khawatir kehilangan konsumen. Sebab, saban tahun yang namanya golongan bawah jumlahnya selalu bertambah. “ Siapa pun Presidennya, yang namanya orang miskin selalu bertambah jumlahnya. Nah, orang- orang itulah yang jadi konsumen saya,” katanya berteori. Wah! Cerdas juga pak Dori, batin saya.
Meski menyasar golongan bawah, namun, ternyata banyak juga masyarakat yang termasuk mapan ekonominya menjadi konsumen tetap mebel kaki lima ini. Salah satunya adalah Sumarto (55) warga Jetis Barat, Kota Salatiga yang memiliki usaha kos- kosan 20 kamar. Untuk melengkapi fasilitas kamar seperti meja belajar, lemari kecil dan rak sepatu, ia memesan pada Dori. “ Untuk finishingnya, saya membayar tukang sendiri,” jelasnya.
[caption caption="Berbagai mebel di "showroom" Dori (foto: bamset)"]
[/caption]Begitu pun dengan Yudhi (50) karyawan RSUD Kota Salatiga, lima tahun lalu, ia membeli kursi sudut untuk mengisi ruang tamu di rumahnya. Waktu itu, seperangkat kursi ditambah meja dibelinya seharga Rp 500 ribu. Setelah dipoles tukang selama dua hari dengan biaya Rp 300 ribu, hasilnya sampai sekarang masih dimanfaatkan. “ Usai dipelitur, selanjutnya oleh tukang diberi lapisan melamin. Bentuk dan kekuatannya tak kalah dengan yang dijual di toko mebel,” kata Yudhi.